Minggu, 19 Mei 2024

ARTIKEL TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

 

 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Dalam Sektor Publik

Dosen Pengampu:

Hendra Sukmana, S.AP., M.KP

 

 



 

Disusun oleh :

Intan Prihartini (232020100167)

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI HUKUM DAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

TAHUN 2024




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Pembangunan.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

 





BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
    Kepemimpinan adalah topik yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti. Di Indonesia, fenomena kepemimpinan memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan berpolitik, berbangsa, dan bernegara. Dalam dunia organisasi, kepemimpinan memainkan peran penting dalam jalannya organisasi dan kelangsungan hidupnya. Era globalisasi dan transformasi pemikiran menuntut kepemimpinan yang adaptif dan transformatif. Gaya kepemimpinan yang humanis, akomodatif terhadap perbedaan, dan menghargai nilai historis kebangsaan menjadi relevan di Indonesia. Kepemimpinan yang efektif memandu, membimbing, dan memotivasi pengikutnya menuju tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menghadapi dinamika organisasi, efektivitas kepemimpinan menjadi kunci. Para pemimpin harus mampu beradaptasi dan mengambil langkah strategis untuk menghadapi perubahan. Dengan demikian, kepemimpinan di Indonesia memiliki peran sentral dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Pendahuluan:

    Pemerintahan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dan beragam, yang memerlukan kepemimpinan yang kuat dan adaptif untuk mengatasinya. Seiring dengan dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang terus berkembang, pemimpin di tingkat pemerintahan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang memerlukan solusi yang inovatif dan efektif. Tantangan kepeimpinan dalam pemerintahan Indonesia tidak hanya berkaitan dengan administrasi publik, tetapi juga mencakup aspek politik, budaya, dan sosial yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan dan pengelolaan sumber daya.

    Dalam artikel ini, kami akan mengidentifikasi beberapa tantangan kunci yang dihadapi oleh para pemimpin di tingkat pemerintahan di Indonesia. Kami akan membahas dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan, implementasi kebijakan, serta hubungannya dengan pelayanan publik dan pembangunan nasional secara keseluruhan. Selain itu, kami juga akan mengulas strategi dan pendekatan yang dapat diadopsi oleh para pemimpin untuk mengatasi tantangan ini dan memimpin dengan efektif dalam konteks yang dinamis dan kompleks. Melalui pemahaman mendalam tentang tantangan kepeimpinan dalam pemerintahan Indonesia, diharapkan bahwa artikel ini dapat memberikan wawasan yang berharga bagi pembaca tentang kompleksitas dan dinamika dalam mengelola pemerintahan, serta pentingnya kepemimpinan yang visioner dan inklusif dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah
    Apa saja tantangan yang dihadapi dalam kepemimpinan di dalam pemerintahan Indonesia?

1.3 Tujuan Masalah
    Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam kepemimpinan di dalam pemerintahan Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepemimpinan dan Tantangan

    Dalam konteks pemerintahan Indonesia, kepemimpinan mengacu pada proses memimpin dan mengelola entitas pemerintahan, seperti lembaga eksekutif, legislatif, dan birokrasi, dengan tujuan mencapai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Kepemimpinan dalam pemerintahan Indonesia mencakup berbagai tingkatan, mulai dari tingkat nasional hingga lokal, dan melibatkan berbagai aktor, termasuk presiden, menteri, gubernur, bupati, dan kepala desa.
   Tantangan kepemimpinan dalam pemerintahan Indonesia sangat kompleks dan beragam, mencerminkan keragaman politik, sosial, dan ekonomi di seluruh negeri. Beberapa tantangan khusus yang dihadapi oleh pemimpin pemerintahan Indonesia meliputi:
  1. Korupsi dan Kepatuhan Etika: Korupsi telah lama menjadi masalah serius di Indonesia, menghambat efisiensi, keadilan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Para pemimpin dihadapkan pada tantangan untuk memerangi korupsi dan membangun budaya kepatuhan etika di dalam birokrasi.
  2. Keterbatasan Sumber Daya: Indonesia menghadapi keterbatasan sumber daya baik dalam hal keuangan maupun infrastruktur. Tantangan ini memaksa pemimpin untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas dengan cara yang paling efektif dan efisien.
  3. Kerentanan Terhadap Bencana Alam: Sebagai negara dengan geografi yang rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi, pemimpin dihadapkan pada tantangan dalam mengelola mitigasi risiko, tanggap darurat, dan pemulihan pasca-bencana.
  4. Ketimpangan Regional: Ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara pulau-pulau yang berbeda, menjadi tantangan bagi pemimpin dalam memastikan distribusi sumber daya yang adil dan pembangunan yang inklusif.
  5. Keharmonisan Multikultural: Indonesia adalah negara dengan keberagaman budaya, agama, dan etnis yang besar. Pemimpin dihadapkan pada tantangan untuk memelihara harmoni antar kelompok, mengatasi konflik antar etnis atau agama, dan mempromosikan inklusi sosial.
  6. Pemulihan Ekonomi Pasca-Pandemi: Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar pada ekonomi Indonesia. Pemimpin dihadapkan pada tantangan untuk memimpin upaya pemulihan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan.
    Melalui pemahaman yang mendalam tentang tantangan ini, pemimpin pemerintahan Indonesia dapat mengembangkan strategi yang tepat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, sehingga dapat memimpin dengan efektif dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

2.2 Tantangan Etika Dalam Kepemimpinan Daerah Dalam Tata Kelola Pemerintahan

    Secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani "etos" yang berarti adat atau watak, sementara kata moral berasal dari bahasa Latin "mos" yang merujuk pada adat atau cara hidup (Koenti et al., 2022). Jika kita menggabungkan kedua kata tersebut, maka moral dan etika dapat menggambarkan cara berperilaku yang menjadi adat karena disepakati oleh sekelompok manusia. Dengan demikian, etika dapat diartikan sebagai sikap kesediaan batin seseorang untuk selalu mematuhi dan mentaati seperangkat peraturan yang berlaku. 
    Sulit menemukan sistem pemerintahan yang baik dalam konteks etika pemerintahan, karena sistem pemerintahan dapat berubah sesuai dengan kekuatan yang berkuasa. Masalah utama dalam pemerintahan terkait dengan manusia dan dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan, terdapat unsur-unsur yang terlibat, yaitu:
  • Unsur memerintah disebut pemerintah
  • Unsur yang dperintah disebut rakyat
    Pada dasarnya, kepemimpinan merujuk pada individu yang mengemban otoritas atau kekuasaan yang memiliki wewenang atas suatu organisasi. Dalam konteks kepala daerah, kepemimpinan mereka memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur seluruh sumber daya yang tersedia di wilayah tersebut. Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Marwiyah dkk. (2022), Bass Bernard menjelaskan bahwa ada dua cara utama bagi seseorang untuk menjadi pemimpin: melalui kepribadian yang membawa secara alami, atau melalui kehadiran peristiwa atau krisis yang penting yang mendorong seseorang untuk muncul dan menampilkan kualitas-kualitas luar biasa.

    Namun, ketika melihat dinamika kepemimpinan kepala daerah yang dipilih melalui proses pemilu, terdapat kelemahan dan kekurangan dalam proses pemilihan yang dijalankan oleh partai politik. Hal ini dapat mengakibatkan terpilihnya pemimpin kepala daerah yang mungkin tidak optimal dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan. Tantangan etika muncul dalam situasi di mana kepala daerah menghadapi persoalan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku. Kepala daerah seringkali mengalami kesulitan dalam manajemen keuangan publik, pengelolaan pelayanan publik, serta aspek-aspek lain dari kepemimpinan.

    Dengan demikian, kepemimpinan kepala daerah di Indonesia sering kali dihadapkan pada tantangan etika dalam menjalankan tugas mereka, karena masalah-masalah yang muncul dalam pengelolaan pemerintahan tidak selalu dapat diatasi sesuai dengan standar yang diharapkan, disebabkan oleh berbagai kendala dan keterbatasan yang ada.

  Di sisi lain, faktor utama yang menentukan keberhasilan dan kemajuan suatu daerah adalah kepemimpinan dari kepala daerah yang memiliki otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan. Namun, saat melihat kenyataan yang ada, fenomena yang muncul dalam kepemimpinan kepala daerah adalah rendahnya moral dan etika, terutama terkait dengan penyalahgunaan wewenang. Ketika kita berbicara tentang penyalahgunaan wewenang, ini merujuk pada perilaku seseorang yang memanfaatkan atau menyalahgunakan kekuasaan atau hak-haknya untuk keuntungan pribadi atau kelompok, biasanya dilakukan di luar batas yang ditetapkan atau dengan cara yang tidak etis. Kejadian semacam ini dapat terjadi di berbagai tingkat pemerintahan, baik itu di tingkat nasional, regional, atau lokal. Tindakan pelanggaran dalam penyalahgunaan wewenang mencakup berbagai bentuk, seperti korupsi, nepotisme, kolusi, dan tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan norma etika atau peraturan hukum yang berlaku. 

  Praktik semacam itu berpotensi merugikan masyarakat, merusak integritas pemerintahan, dan menghambat pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Untuk melawan penyalahgunaan wewenang, diperlukan penerapan sistem pengawasan yang efektif, peningkatan transparansi, penegakan hukum yang adil, serta keterlibatan aktif dari masyarakat. Organisasi dan mekanisme anti-korupsi juga memiliki peran yang signifikan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan wewenang.

  Masalah penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah di Indonesia telah menjadi isu yang diperbincangkan selama beberapa tahun terakhir. Korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah merupakan pelanggaran etika dan norma yang merugikan keuangan negara serta memberikan dampak negatif terhadap pelayanan publik. Menurut catatan ICW, dari tahun 2010 hingga Juni 2018, tidak kurang dari 253 kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum. Salah satu akar permasalahan dari maraknya korupsi kepala daerah adalah tingginya biaya politik. ICW mencatat pada tahun 2018 bahwa mahalnya biaya politik disebabkan oleh praktik politik uang dalam bentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Menurut penelitian Litbang Kemendagri pada tahun 2015, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah mulai dari bupati/wali kota hingga gubernur, diperlukan biaya sebesar Rp 20–100 miliar. Sementara itu, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar selama satu periode. Tantangan etika yang dihadapi oleh kepala daerah terkait dengan masalah korupsi, selain biaya politik yang tinggi, juga terkait dengan persoalan gratifikasi, suap-menyuap terkait dengan proyek perizinan dalam pembangunan di daerah.

  Biaya politik yang mahal yang dikeluarkan oleh kepala daerah dan mahar politik yang tinggi merupakan masalah utama yang dihadapi oleh kepala daerah. Masalah korupsi ini belum terselesaikan dari hulu hingga hilir. Penyalahgunaan wewenang ini akan berdampak pada proses penyelenggaraan dan tata kelola pemerintahan di daerah. Pelayanan publik tidak akan berjalan dengan baik, pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar, dan kesejahteraan masyarakat terhambat. Belum lagi dana APBD yang dikorupsi oleh kepala daerah jumlahnya sangat besar sehingga semua terhambat dalam proses pembangunan yang ada. Masalah ini menuntut adanya tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta adanya sistem yang mengontrol kepala daerah untuk mencegah masalah penyalahgunaan dan menjaga etika kepemimpinan terkait dengan masalah korupsi, suap, dan gratifikasi.

  Tindakan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengecewakan masyarakat yang mengharapkan pelayanan publik yang berkualitas. Berbagai lembaga, termasuk KPK, terus berupaya melakukan pemberantasan korupsi sebagai bagian dari komitmen untuk membentuk sistem pemerintahan yang bersih dan transparan. Norma dan etika dalam kepemimpinan menjadi faktor penentu dalam proses penyelenggaraan dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kepala daerah di Indonesia, terutama yang terpilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang diusung oleh partai politik, seharusnya dapat menjalankan norma dan etika yang baik serta mematuhi sumpah janji yang telah diberikan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang mereka pimpin.

2.3 Hubungan dan Tantangan Kepemimpinan Lokal

Kepemimpinan lokal, atau yang dikenal sebagai Local Leadership, dianggap sebagai solusi yang efektif dalam mengatasi berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengelola daerah wilayahnya. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Local Leadership dianggap sebagai solusi yang tepat:

  1. Memperkuat partisipasi masyarakat: Local Leadership memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan wilayahnya. Dengan demikian, kebijakan dan program yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
  2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan: Local Leadership mendorong kerja sama antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengelola wilayah. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga program dan kebijakan yang dihasilkan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
  3. Memperkuat kemandirian daerah: Local Leadership mendorong pemerintah daerah untuk mengambil tanggung jawab dalam mengelola wilayahnya. Ini akan memperkuat kemandirian daerah dalam mengambil keputusan dan mengelola sumber daya, sehingga meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat setempat.
  4. Menyelesaikan masalah lokal secara lebih efektif: Local Leadership dapat menangani berbagai masalah dan tantangan yang spesifik dan kompleks di tingkat lokal, seperti masalah lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah daerah bekerja sama dengan masyarakat dan sektor swasta dalam merumuskan dan melaksanakan program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
  5. Meningkatkan akuntabilitas: Local Leadership mendorong pemerintah daerah untuk menjadi lebih terbuka dan transparan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan wilayahnya. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengevaluasi kinerja pemerintah daerah secara lebih efektif, sehingga meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan wilayah.

BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


3.1 Kesimpulan

    Dari artikel tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan di tingkat pemerintahan Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks yang memerlukan respons yang efektif. Beberapa tantangan kunci termasuk korupsi, keterbatasan sumber daya, kerentanan terhadap bencana alam, ketimpangan regional, dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Tantangan ini membutuhkan kepemimpinan yang visioner, inklusif, dan berintegritas untuk mengatasinya.

    Selain itu, terdapat juga tantangan etika dalam kepemimpinan daerah, di mana penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah menjadi isu yang signifikan. Penanganan korupsi, gratifikasi, dan praktik politik uang dalam proses pemilihan merupakan hal yang krusial untuk dibenahi guna menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.

    Solusi yang diusulkan dalam artikel ini adalah penerapan Local Leadership, yang memperkuat partisipasi masyarakat, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan, memperkuat kemandirian daerah, menyelesaikan masalah lokal secara lebih efektif, dan meningkatkan akuntabilitas. 

    Saran yang dapat diambil dari artikel ini adalah perlunya reformasi dalam proses pemilihan kepala daerah untuk mengurangi praktik politik uang dan meningkatkan integritas kepemimpinan. Selain itu, penguatan pengawasan, transparansi, dan partisipasi masyarakat juga penting dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan yang baik dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Indonesia.

3.2 Rekomendasi

    Artikel ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang tantangan dalam kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, khususnya dalam konteks kepala daerah. Beberapa rekomendasi yang bisa diberikan berdasarkan pembahasan dalam artikel ini adalah:

  1. Menguatkan Etika Kepemimpinan: Para pemimpin, termasuk kepala daerah, perlu memperkuat komitmen terhadap etika kepemimpinan yang baik. Hal ini meliputi transparansi, akuntabilitas, dan ketaatan terhadap hukum serta norma-norma yang berlaku. Pembangunan budaya organisasi yang menjunjung tinggi integritas dan kepatuhan etika sangat penting untuk mengurangi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
  2. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: Diperlukan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Organisasi dan mekanisme anti-korupsi harus diberikan kekuatan yang cukup untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan tindakan yang merugikan masyarakat dan merusak integritas pemerintahan.
  3. Partisipasi Masyarakat: Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pengambilan keputusan dapat membantu meningkatkan akuntabilitas dan kualitas kepemimpinan. Masyarakat perlu didorong untuk terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan, terutama terkait dengan isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka.
  4. Penguatan Local Leadership: Local Leadership bisa menjadi solusi efektif dalam mengatasi berbagai masalah di tingkat lokal. Kepala daerah perlu memperkuat kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan program yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
  5. Pembangunan Kepemimpinan yang Adaptif: Era globalisasi dan transformasi pemikiran menuntut kepemimpinan yang adaptif dan transformatif. Kepala daerah perlu mampu beradaptasi dengan perubahan dinamika sosial, politik, dan ekonomi serta mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi tantangan yang kompleks.


REFERENSI

Regi Refian Garis, Diah Suciati, Andi Wardani, Rusli. (2023). TANTANGAN KEPEMIMPINAN DI DAERAH. Journal E-Gov Wiyata: Education and Government Volume 1 Nomor 1, Februari 2023 (halaman 1-9) https://journal.wiyatapublisher.or.id/index.php/e-gov

Asma Sabrina Nur’ain (2023). Analisis Bibliometrik Kepemimpinan Islam di Indonesia pada Database Dimensions. Gunung Djati Conference Series, Volume 23 (2023) Religious Studies ISSN: 2774-6585.

Filippus Cahyo Setyawan , Muhammad Aditya, Ilham Okta Pratama, Iwan Purnama, Bara Jonathan Rihi Hina, Nora Naibaho, Anita Sukmawati, Ardi Peterson Seran, Jacqueline Makanoneng, Hugeng Wimbo Arsanto, Audrey G. Tangkudung Transformasi Kepemimpinan Nasional: Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 1 Tahun 2024 Page 6972-6983 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246 

Dinda Nurainun Fazrin, Ica Nurlaela, Rumaisyah Septian Nuur Illahi, Hisny Fajrussalam, Sarah Nabilah. (2023) PERAN ISLAM DALAM KEPEMIMPINAN KENEGARAAN INDONESIA. Volume 3, Nomor 3, Juni 2023; 433-449 https://ejournal.yasin-alsys.org/index.php/anwarul

Muhammad Fakhrur Rodzi. ETIKA KEPEMIMPINAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK. Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan, dan Sosial (Publicio), Vol. 6, No. 1, Januari 2024


Minggu, 14 Januari 2024

ANALISIS PELAKSANAAN RPJM DESA KEDUNGCANGKRING KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

 

ANALISIS PELAKSANAAN RPJM DESA KEDUNGCANGKRING KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

 

 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembangunan

Dosen Pengampu:

Hendra Sukmana, S.AP., M.KP

 

 



 

Disusun oleh :

Intan Prihartini (232020100167)

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI HUKUM DAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

JANUARI 2024


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Pembangunan.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

 

Sidoarjo, 12 Januari 2024

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1

1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 3

1.3  Tujuan Pembahasan............................................................................................ 3

 

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Definisi RPJM Desa............................................................................................ 4

2.2  Landasan Hukum............................................................................................ 5

2.3  Proses Perencanaan RPJM Desa............................................................................................ 6

2.4  Implementasi RPJM Desa............................................................................................ 7

2.5  Tahap Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring............................................................................................ 8

2.6  Tahap Pengawasan RPJM Desa Kedungcangkring.......................................................................................... 10

2.7  Tahap Evaluasi RPJM Desa Kedungcangkring.......................................................................................... 11

 

BAB III PENUTUP

3.1.1      Kesimpulan.................................................................................... 13

3.1.2      Saran.................................................................................... 13

 

 

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................ 14

           


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Pembangunan desa merupakan salah satu pemanfaatan untuk salah satu kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dari segi perekonomian masyarakat, kesempatan lapangan pekerjaan, kesempatan usaha, aspek dalam pengambilan keputusan maupun indeks pembangunan manusia (SE Mendagri No 414.2/1408 PMD Tahun 2010). Menurut UU No. 6 tahun 2014, untuk mencapai pembangunan desa yang ideal, pembangunan dalam desa melalui tahapan dengan adanya perencanaan dan pengawasan. RPJMDesa merupakan dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat isi visi dan misi kepala desa, arah kebijakan desa, kegiatan desa, penyelenggaraan kebijakan, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (Permendagri No 114 tahun 2014). Dalam penyusunan RPJMDesa melibatkan partisipatif masyarakat agar terciptanya rencana pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Rahman (2012) mengatakan adanya partisipasi masyarakat semakin membuka peluang rencana pembangunan desa yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Di Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo pembentukan RPJMDesa melibatkan beberapa anggota seperti Pejabat Desa, BPD, Tokoh Masyarakat akan lebih tercipta rencana pembangunan desa yang sesuai harapan masyarakat. (Rahman et al., 2014)

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, Pemerintah Desa melakukan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk RPJM Desa. RPJM Desa adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, atau sering disingkat dengan RPJMDes yang merupakan dokumen perencanaan desa untuk periode 6 (enam) tahun. Secara umum dalam penyusunan RPJM Desa yaitu: Menerapkan Pola Perencanaan Pembangunan desa secara Partisipatif; meningkatkan Keberdayaan Masyarakat agar seluruh warga desa dapat berpartisipasi aktif dalam seluruh proses pembangunan dengan kemampuan, kesempatan dan kecepatan yang profesional; meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan desa yang ditetapkan berdasarkan kajian terhadap masalah, kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, mengembangkan swadaya gotong royong masyarakat menuju terciptanya pelaksanaan pembangunan desa yang bertumpu pada kekuatan masyarakat desa sendiri, dan memantapkan kesiapan masyarakat dalam menyongsong dan mendukung programprogram pembangunan di desa. Dengan kata lain penyusunan rencana harus melibatkan masyarakat desa secara langsung.

Agar masyarakat desa dapat terlibat, tentunya masyarakat memerlukan informasi yang mungkin mereka dapatkan secara langsung dari sumber yang dapat dipercaya dengan informasi yang valid, lengkap dan mutakhir. Informasi tentang desa bisa diletakkan dalam suatu sistem informasi desa yang bekerja secara terpadu mulai dari unit terkecil seperti RT atau RW dan kemudian unit atau instansi yang lebih luas lagi misalnya kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pemerintah Republik Indonesia mengatur Sistem Informasi Desa (SID) dengan mengukuhkannya melalui Undang-undang Desa (UU Desa). Dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 86 ayat (2) dan ayat (5) bahwa mewajibkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan SID, dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Desa agar dapat diakses oleh masyarakat desa dan pemangku kepentingan lainnya. Kemudian pada ayat (4) dijelaskan bahwa Sistem Informasi Desa (SID) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.

Pengembangan SID dilakukan dengan berbagai macam aplikasi sistem informasi yang ada, baik yang bersifat lokal maupun yang bersifat global. Masing-masing sistem informasi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi berbasis Internet, maka sistem informasi yang bersifat global lebih dimungkinkan untuk diterapkan dimana memiliki akses dan jangkauan lebih luas yang memungkinkan masyarakat desa mendapatkan data yang valid, lengkap dan mutakhir melalui jaringan koneksi Internet. Sistem yang dibangun tidak langsung dapat dimanfaatkan jika tidak diisi dengan konten yang dibutuhkan untuk perencanaan desa. Proses pengisian konten informasi dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pengumpulan data sampai dengan proses input data ke sistem yang tentunya dapat dilakukan secara berjenjang dan terpadu. Pada proses input data dimungkinkan juga timbul berbagai permasalahan seperti 2 misalnya, pengadministrasian data desa dan data kependudukan, pengelolaan data surat menyurat, pengelolaan data persil dan data yang lainnya. Tetapi hal yang paling penting adalah pengambilan keputusan perangkat desa serta sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan desa dapat diselesaikan dengan menggunakan SID. Untuk itu desa yang belum mengembangkan sistem ini dan belum didukung dengan perangkat desa yang terampil sangat perlu dibantu dengan dukungan teknis dan non teknis. Sehingga sistem ini diharapkan dapat digunakan agar terbentuknya tata kelola pemerintahan desa yang baik (good governance).

 

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi RPJM Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?

 

1.3  Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi RPJM Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1   Definisi RPJM Desa

              RPJM Desa adalah singkatan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Ini adalah sebuah dokumen perencanaan yang disusun oleh pemerintah desa atau kelompok masyarakat di dalam desa untuk mengatur dan mengarahkan pengembangan desa dalam jangka waktu tertentu. RPJM Desa biasanya memiliki rentang waktu 5 tahun dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah desa dalam mengalokasikan sumber daya dan merencanakan kegiatan pembangunan di desa.

              RPJM Desa menggambarkan visi dan misi pembangunan desa serta menyusun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen ini berisi analisis kondisi desa, identifikasi masalah, serta penetapan sasaran, kebijakan, program, dan strategi pembangunan yang akan dilakukan dalam kurun waktu yang ditetapkan.

              RPJM Desa melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemerintah desa biasanya mengadakan musyawarah desa untuk melibatkan seluruh warga dalam menyusun RPJM Desa. Dalam musyawarah tersebut, aspirasi, kebutuhan, dan usulan masyarakat desa dihimpun untuk menjadi dasar penyusunan RPJM Desa yang lebih partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat setempat.

              RPJM Desa memiliki peran penting dalam pembangunan desa karena menjadi acuan bagi pemerintah desa dalam mengalokasikan anggaran, mengimplementasikan kebijakan pembangunan, serta memantau dan mengevaluasi hasil pembangunan desa secara berkala.

 

 

 

 

2.2  Landasan Hukum

2.2.1      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 54 Tahun 2016 tentang Pedoman Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa;

2.2.2      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 48 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengelolahan Aset Desa;

2.2.3      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 47 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Badan Permusyawaratan Desa; Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.4      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 72 Tahun 2018 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Sidoarjo;

2.2.5      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 35 Tahun 2019, Perubahan Kesatu Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.6      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 7 Tahun 2020, Perubahan Kedua Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.7      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 46 Tahun 2020 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa;

2.2.8      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 71 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.9      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa Tahun 2020;

2.2.10   Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 8 Tahun 2021 tentang Besaran Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak Daerah, Bagi Hasil Retribusi Daerah, Dana Desa, Dan Bantuan Keuangan Kepada Desa Di Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2021.

 

2.3  Proses Perencanaan RPJM Desa

              Identifikasi kebutuhan dan masalah: Melalui musyawarah desa atau konsultasi dengan masyarakat, identifikasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh desa. Ini dapat mencakup berbagai aspek seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya.

              Analisis keadaan eksisting: Lakukan analisis menyeluruh terhadap kondisi desa saat ini. Tinjau data dan informasi yang ada, seperti data demografi, kondisi ekonomi, potensi sumber daya, dan lain-lain. Identifikasi potensi dan tantangan yang dihadapi oleh desa.

              Penetapan visi, misi, dan tujuan: Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan dan analisis keadaan eksisting, tetapkan visi, misi, dan tujuan untuk pengembangan desa dalam jangka waktu tertentu. Visi merupakan gambaran masa depan yang diharapkan untuk desa, sedangkan misi adalah pernyataan tentang bagaimana mencapai visi tersebut. Tujuan merupakan target konkret yang ingin dicapai dalam jangka waktu RPJM Desa.

              Penetapan kebijakan pembangunan: Tentukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan desa. Misalnya, kebijakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan lain sebagainya. Kebijakan ini akan menjadi panduan bagi pemerintah desa dalam mengambil keputusan dan mengalokasikan sumber daya.

              Penyusunan program dan kegiatan: Berdasarkan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan, susun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam RPJM Desa. Program dan kegiatan ini harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan waktu terkait (SMART).

              Penyusunan anggaran: Hitung perkiraan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam RPJM Desa. Susun rencana anggaran yang mencakup sumber daya yang tersedia, baik dari pemerintah desa, dana desa, bantuan pemerintah pusat, atau sumber daya lainnya.

              Pengesahan dan implementasi: Setelah penyusunan selesai, RPJM Desa harus disahkan oleh pemerintah desa atau lembaga yang berwenang. Setelah itu, program dan kegiatan dalam RPJM Desa dapat diimplementasikan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

              Monitoring dan evaluasi: Lakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program dan kegiatan dalam RPJM Desa. Tinjau kemajuan yang dicapai, identifikasi masalah yang muncul, dan lakukan perbaikan jika diperlukan.

 

2.4  Implementasi Tahap Perencanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Tahap perencanaan ini dimulai dari musyawarah dusun yang melibatkan masyarakat yang ada di dusun. Kemudian dilaksanakan oleh pemerintah Desa Kedungcangkring dengan melibatkan unsur organisasi desa yakni, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), karang taruna, dan dihadiri oleh beberapa lapisan masyarakat perwakilan dari tiap-tiap dusun. Tahap perencanaan pengelolaan dana desa, meliputi: partisipasi dalam organisasi secara efektif dalam musyawarah desa, menetapkan prioritas belanja desa dalam musyawarah desa, dan melakukan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat.

              Keserasian antara kegiatan kerja dan kebutuhan masyarakat hubungannya dengan pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring, yaitu bermaksud agar setiap kegiatan yang dilaksanakan benar-benar sesuai harapan dan dirasakan oleh masyarakat. Sehingga hasil kegiatan yang dilaksanakan dapat dinikmati dan dimanfaatkan masyarakat Desa kedungcangkring secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya survey pemerintah desa sendiri. Selain itu masukan ataupun saran dari masyarakat kepada pemerintah desa yang disampaikan melalui organisasi yang ada di desa juga sebagai tempat penyampaian aspirasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa. setelah semua saran dan masukan dari masyarakat terkumpul, maka pemerintah desa akan melaksanakan musyawarah desa untuk menentukan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Kedungcangkring.

              Hasil di lapangan menunjukan, bahwa dalam pengelolaan dana desa yaitu pada tahap perencanaan (pengambilan keputusan), dapat di lihat bahwa dimana pemerintah desa memberikan ruang untuk masyarakat dan bersifat bottom up, yaitu dimana partisipasi masyarakat diambil dari ruang tingkat paling bawah yakni tingkat perdusunan. dengan dasar inilah apa yang telah direncanakan dapat memberikan kontribusi yang besar buat masyarakat, dimana masyarakat dapat merasakan dan menikmati hasilnya, dan yang terpenting mampu membantu meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat Desa Keudngcangkring. Selain itu, pemerintah desa juga melakukan observasi langsung ke lapangan guna menilai pembangunan yang sesuai. Adapun bentuk yang lainnya partisipasinya dalam rencana pengelolaan dana desa terkait dengan penilaian sesuai kebutuhan masyarakat dapat dilakukan dengan cara menyampaikan aspirasinya melalui organisasi yang ada di Desa. Dalam hal ini BPD dan Kepala dusun berperan membawa aspirasi masyarakat ke tingkat musyawarah desa sehingga menjadi prioritas desa dalam RPJM Desa maupun RKP Desa.

 

2.5  Tahap Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Merujuk pada undang-undang tentang pengelolaan keuangan desa, bahwa selesai pada tahap yang pertama yaitu tahap perencanaan (pengambilan keputusan) masuk pada tahap yang kedua yaitu tahap pelaksanaan. Pelaksanaan untuk mengelola dana desa adalah realisasi dari APBDes, yaitu semua kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan disepakati dalam musyarawarah desa akan diimplementasikan. Tahap pelaksanaan merupakan seluruh rangkaian program dalam melaksanakan APBDes dalam satu tahun anggaran. Terkait aturan pengelolaan dana desa memiliki pegangan seperti yang telah diatur di Permendagri No 113 Tahun 2014 pada bab 2 pasal 2 yang berbunyi bahwa dana desa diolah dengan partisipatif serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran, transparan, akuntabel. Maka, disinilah fungsi masyarakat sebagai faktor terpenting untuk pelaksanaan APBDes. Karena, bagaimanapun masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, pemberdayaan serta menanamkan rasa tanggung jawab atas untuk sesuatu yang telah diputuskan dan dilaksanakan. Maka dari itu, masyarakat harus dilibatkan dalam pelaksanaan pengelolaan dana desa tersebut.

              Merujuk pada hasil pelaksanaan di lapangan, bahwa pada tahap pelaksanaan masyarakat sangat berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada didesa yang memang disahkan dalam APBDes. Kemudian dalam implementasi kegiatan-kegiatan tersebut masyarakat masih memiliki rasa kebersamaan atau gotong royong, dimana masyarakat secara sukarela dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut. Ini tidak lain dan tidak bukan hasilnya pun akan kembali kemasyarakat. Sementara budaya gotong royong. Dalam proses pelaksanaan pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring meskipun dalam segi perencanaan hanya di dominasi oleh perempuan tetapi dalam segi pelaksanaan kontribusi atau partisipasi masyarakat sangat baik dan pemerintah pun melibatkan masyarakat dalam proses tersebut dan bahkan ada yang bersifat swadaya masyarakat yaitu gotong royong, disamping itu dalam keterlibatan pelaksanaan program tersebut, masih ada masyarakat yang belum merasakan atau ikut berpartisipasi terkait program-program yang di tetapkan hal ini dikarenakan karena tidak tahu menau dengan program yang akan dilaksanakan.

              Penjelasan diatas dapat ditarik pokok pembahasan bahwa pemerintah Desa Kedungcangkring dalam proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada di desa sudah mengikutsertakan masyarakat. Namun, pemerintah bisa mengikutsertakan masyarakat agar tidak ada kecemburuan sosial di masyarakat. Sebab, besar tidaknya partisipasi masyarakat sangat menentukan proses pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. Desa membutuhkan adanya partisipasi dari masyarakat. Masyarakat tidak hanya ikut saja dalam tahap perencanaan tetapi juga dalam tahap pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada. Sehingga, pada tahap pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan target yang di tentukan.

 

2.6  Tahap Pengawasan Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Pemantauan merupakan proses memantau dan melakukan penilaian suatu pelaksanaan program. Pemantauan program-program dalam pengelolaan yang bersumber dari dana desa sangat penting guna sebagai proses untuk melaksanakan program-program yang sudah di tentukan di APBDes apakah sudah sesuai dengan proses yang sudah direncanakan dan meminimalisir penyalahan dana. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 61 menjelaskan dengan tegas bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak untuk memantau/mengawasi dan meminta pernyataan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa.

              Seluruh masyarakat berpartisipasi dalam pemantauan ini, yang juga secara resmi dilakukan oleh BPD. Sebagaimana tertuang dalam pasal 127 PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU Desa, yang menyatakan bahwa masyarakat mengawasi pelaksanaan pembangunan desa yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dan dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat desa, masyarakat lain berhak untuk berpartisipasi dalam proses pemantauan. Dalam proses pemantauan, masyarakat Biluango ikut berpartisipasi baik secara langsung dan juga melalui BPD. Pemerintah secara langsung memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui spanduk. Masyarakat Desa Kedungcangkring ikut serta untuk memantau proses pengelolaan dana desa, karena pada tahap perencanaan, pelaksanaan masyarakat terlibat langsung dalam merealisasikan program-program pembangunan dan pemberdayaan yang ada di Desa Kedungcangkring.

              Pemantauan pengelolaan dana desa, peneliti menarik kesimpulan bahwa pemantauan dalam pengelolaan dana desa masyarakat Desa Kedungcangkring sudah di bilang baik. Hal ini dibuktikan dengan dengan adanya masyarakat yang terlibat langsung dalam proses pembangunan desa. Disi lain juga BPD adalah lembaga yang mempunyai tugas pemantauan yang dapat diharapkan bisa menjalangan fungsinya secara sungguh sungguh yang terpenting dalam penggunaan anggaran yang berasal dari dana desa. Konsisten dengan ini, BPD memiliki perlindungan hukum yang eksplisit berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah. sehingga BPD tidak takut untuk menjalankan mandatnya mengawasi fungsi pemerintah desa dan agar kehadiran sistem check and balance ini akan mencegah penyalahgunaan uang yang tersedia saat ini.

 

2.7  Tahap Evaluasi Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcamgkring

              Masuk pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi. Proses evaluasi menghasilkan informasi tingkat keberhasilan program, yang ditunjukkan dengan perbedaan pencapaian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dan manfaat yang telah ditargetkan. Evaluasi sangat penting dilakukan dalam proses pengelolaan dana desa, sehingga dapat mengetahui apakah pemerintah desa sudah mencapai target yang telah direncanakan atau ditentukan. Maka perlu kemudian untuk dilakukan evaluasi secara komprehensif mengenai formulasi, realisasi dan evaluasi program dan pertanggungjawaban yang transparan dan relevan.

              Untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat desa, semua tingkatan masyarakat harus terlibat aktif dalam pengelolaannya. sesuai dengan potensi yang dimiliki desa itu sendiri. Peluang pembangunan yang efektif dan berkelanjutan sangat penting bagi desa, karena mereka dapat secara langsung bermanfaat bagi penduduk desa dan meningkatkan standar hidup, kesejahteraan, dan rasa pemberdayaan mereka. Pada tahap evaluasi ini yaitu dimana pemerintah desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat, Agar masyarakat mengetahui realisasi dalam pengelolaan dana desa.

              Proses evaluasi dalam pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring sudah dilakukan oleh pemerintah desa, pada tahap evaluasi pemerintah sudah melibatkan masyarakat akan tetapi, masyarakat itu sendiri yang tidak bisa hadir di karenakan faktor pekerjaan dan tempat rapat itu sendiri. Namun, dalam transparansi pemerintah desa memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui baliho.

             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti mengemukakan kesimpulan, bahwa dalam pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring, partisipasi masyarakat sangat ditekankan oleh pemerintah desa. Proses partisipasi ini melibatkan lapisan masyarakat dari berbagai tahap, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Pemerintah desa memberikan ruang bagi gagasan dan saran dari masyarakat, menjadikan proses pengelolaan dana desa bersifat "bottom-up". Meskipun tahap perencanaan melibatkan masyarakat, kurangnya partisipasi kaum lelaki menjadi kendala. Partisipasi masyarakat tidak hanya terbatas pada perencanaan, tetapi juga mencakup pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Masyarakat aktif dalam bergotong royong, memantau pelaksanaan program, dan memberikan masukan terkait APBDes. Pada tahap evaluasi, masyarakat berkontribusi langsung dengan menghadiri rapat musyawarah desa tentang LPJ APBDes dan pemerintah desa juga mensosialisasikan melalui baliho. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan/penghasilan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Pemerintah desa yang terbuka terhadap masukan dan saran dari masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan partisipasi masyarakat, sehingga fokus pada program-program yang benar-benar urgennya dapat diwujudkan.

3.2  Saran

              Makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Diharapkan untuk pembaca mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini mohon kritik dan saran kepada dosen pengampu serta rekan-rekan, agar penyusun bisa memperbaiki kekurangan makalah ini.

DAFTAR REFERENSI

Kurnia. (2018). Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Akuntansi, 1(1), 1–21. https://www.researchgate.net/profile/Muhammad-Arifin-10/publication/

Makelo, A. P. D., & Amane, A. P. O. (2019). PENDAMPINGAN PENYUSUNAN BUKU ADMINISTRASI UMUM DI DESA BALOMBONG. MONSU'ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2).

Mali, Y. A., Uskono, N., & Taus, W. (2019). Koordinasi Pemerintah Desa Dalam Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) (Penelitian di Desa Manumutin Silole Kecamatan Sasitamean Kabupaten Malaka). JIANE: Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 1(1), 56–72. http://jurnal.unimor.ac.id/JIANE/article/view/364 Purbasari, H., D, F.

R., & Habibah, U. (2018). Pendampingan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa Pada Desa Tangkisan, Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Prosiding The National Conferences Management and Business (NCMAB) 2018, 623–631. http://hdl.handle.net/11617/9989

Roza, Darmini & Arliman S., L. (2017). Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa. Ilmu Hukum PJIH UNPAD, 4, 606–624. https://doi.org/https://doi.org/10.22304/pjih.v4n3.a10

Suprastiyo, A., & Musta’ana, M. (2019). Implementasi Penyusunan Rencana Kerja (RKP) DESA (Studi Di Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro). Jurnal Ilmiah Manajemen Publik Dan Kebijakan Sosial, 2(2), 255–263. https://doi.org/10.25139/jmnegara.v2i2.1359

Wiguna, Y. T., Dewi, R., & Angelia, N. (2017). Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Perencanaan Pembangunan Desa. PERSPEKTIF, 6(2), 41–52. http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Yanti, & Putri, A. A. (2022). Pendampingan Penyusunan Anggaran Rencana Kegiatan Pemerintah Desa Pada Desa Tegalsawah, Karawang Timur , Jawa Barat. Sinar Sang Surya (Jurnal Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat),6(1),http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/sinarsangsurya/article/view/1885/1214

 

ARTIKEL TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA     MAKALAH Disusun  u ntuk  m emenuhi  t ugas  m ata  k uliah   Kepemimpinan Dalam S...