Jumat, 17 November 2023

DAMPAK ALOKASI DANA DESA TERHADAP KEUANGAN KABUPATEN PASURUAN

                     DAMPAK ALOKASI DANA DESA TERHADAP KEUANGAN

KABUPATEN PASURUAN



 

 

Dosen Pengampu :

HENDRA SUKMANA, M.KP

 

 

Disusun Oleh :

Intan Prihartini (232020100167)

 

 

 

 

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS BISNIS, HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO TAHUN 2023





KATA PENGANTAR

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Keuangan Negara .Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, M.KP selaku dosen pengampu mata kuliah Keuangan Negara.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

Sidoarjo, 17 November 2023




DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR. i.............................................................i

DAFTAR ISI ii .........................................................................ii

BAB I 1 .....................................................................................1

PENDAHULUAN.. 1 ..................................................................1

1.1 Latar Belakang. 1 ..................................................................1

1.2 Tujuan ................................................................................2

BAB II 3......................................................................................3

PEMBAHASAN.. 3 .....................................................................3

2.1 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Pasuruan. 3 ......3

2.2 Optimalisasi Keuangan Negara Untuk Desa Di Kabupaten Pasuruan. 3..3

2.3  Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Dana Desa Kabupaten Pasuruan. 6...6

2.4 Dampak Dana Desa Terhadap Keuangan Negara Di Area Kabupaten Pasuruan. 6...6

BAB III 12 ....................................................................................12

PENUTUP. 12 ................................................................................12

3.1 Kesimpulan. 12 .........................................................................12

3.2 Rekomendasi 13 .......................................................................13

DAFTAR PUSTAKA. 14..................................................................14

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah atau keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Pernyataan ini didukung dengan jurnal kajian ekonomi dan daerah yang menyatakan bahwa; Keuangan daerah tidak terlepas dari tata cara pengelolaan yang dipisahkan dan dimiliki oleh daerah dan pendapatan lain-lain yang sah dan terikat pada undang-undang yang berlaku (Horota, Riani, & Marbun, 2017).

Sebagaimana yang tertera Berdasarkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), Dana Desa merupakan bagian dari Transfer ke Daerah (TKD) yang diperuntukkan bagi desa untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Desa  merupakan  pemerintahan  terkecil  yang langsung  berdampingan  dan  melayani  masyarakat Indonesia  dan  tidak  terpisahkan  dari  kehidupan masyarakat  Indonesia.  Sebagai  bentuk  pengakuan pemerintah Republik  Indonesia terhadap desa,  terutama dalam konteks klarifikasi fungsi dan integritas desa, dan memperkuat posisi  desa  dan masyarakat  sebagai target pembangunan, lahirnya UU No. 6 2014 tentang desa.

Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Pasal 2, Permendagri No 37 Tahun 2007).

Kabupaten Pasuruan merupakan kabupaten yang masih memiliki sistem desa yang mana Kepala DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) Kabupaten Pasuruan, Nurul Huda menjelaskan, DD yang dialokasikan untuk Kabupaten Pasuruan tahun ini sebesar Rp 365.663.562.000. Jumlah ini meningkat sekitar Rp 600 jutaan dari nilai yang sama di tahun lalu.


1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka terdapat beberapa pernyataan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu (1) Optimalisasi keuangan negara untuk desa di Kabupaten Pasuruan (2) Dampak dana desa terhadap keuangan negara di area Kabupaten Pasuruan.



BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Pasuruan

            Dalam PP 72 Tahun 2005, dinyatakan alokasi dana desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Menurut Pasal 19 Permendagri NO. 37 Tahun 2007, besarnya paling sedikit 10 % . Tujuan Alokasi Dana Desa adalah : a) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ; b) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat ; c) Meningkatkan pembangunan infrastuktur perdesaan ; d) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial ; e) Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat ; f) Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat ; g) Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat ; h) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui badan usaha milik desa (BUMDesa). Hal ini selaras denga napa yang ada pada Peraturan Bupati Kabupaten Pasuruan Nomor 8 Tahun 2020 Rincian Dana Desa setiap Desa di Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2020 dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan: a. Alokasi Dasar yang memili artti alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh setiap Desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara nasional; b. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi.; c. Alokasi Kinerja; dan d. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/kota.

2.2 Optimalisasi Keuangan Negara Untuk Desa Di Kabupaten Pasuruan

Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Anggaran yang bersumber dari APBN dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraandan pemerataan pembangunan Desa. Jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan dihitung dengan bobot: 30% untuk jumlah penduduk kabupaten/kota. 20% untuk luas wilayah kabupaten/kota. 50% untuk angka kemiskinan kabupaten/kota.

Kabupaten Pasuruan memiliki sektor industri yang cukup besar di area Jawa Timur, sektor industri ini juga mampu untuk mengembangkan desa desa yang ada di area Kabupaten Pasuruan sehingga mampu untuk menyumbang pendapatan negara. Seperti yang di terangkan pada alokasi dana desa, 50% alokasi untuk angka kemiskinan desa di Kabupaten Pasuruan banyak berfokus pada sektor industri agar mampu menciptakan lapangan kerja bagi warga sekitar. Naiknya angka kemiskinan di Kabupaten  Pasuruan  disebabkan  oleh pengangguran akibat pandemi, sehingga menjadikan  orang  miskin  rentan  lebih miskin. Peningkatan pengangguran serta penurunan  tingkat  produktivitas individu  maupun  perusahaan  telah mendorong  munculnya  orang  miskin baru yang secara agregat meningkatkan jumlah  penduduk  miskin (Suryahadi  et al. 2020).  Menurut data yang disajikan dalam situs  resmi  Pemerintah  Kabupaten Pasuruan,  mayoritas  penduduk Kabupaten  Pasuruan  bekerja  di  bidang industri.  Sektor  tersebut  berkontribusi besar menjadi penyedia lapangan usaha bagi  penduduk  dan  telah  memajukan tingkat  perekonomian  dibandingkan pekerjaan  lain.  Namun  demikian,  pandemi  Covid-19  secara  tidak langsung telah membawa dampak buruk terhadap  perekonomian  yang  telah mengakibatkan  masyarakat  harus kehilangan pekerjaan dan memicu pada kenaikan  angka  pengangguran. Berdasarkan  data  Tingkat Pengangguran  Terbuka  (TPT)  oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pasuruan,  Terdapat  3,36  juta  orang dengan 10,52  %  diantaranya penduduk usia  kerja  yang  terdampak  Covid-19 dengan  rincian  yang  disajikan  dalam Tabel 1 berikut:

 

Tabel 1. Penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 di Kab. Pasuruan

 

No

Kategori

Jumlah

1

Pengangguran    karena

Covid-19

248.050

2

Bukan  Angkatan Kerja

karena Covid-19

88.530

3

Tidak   Bekerja  karena

Covid-19

240.350

4

Penduduk bekerja yang mengalami pengangguran

jam kerja karena Covid-19

2.780.000

Sumber: BPS Kab.Pasuruan (2020)

Kondisi  tersebut  menunjukkan meningkatnya  jumlah  pengangguran  di Kabupaten  Pasuruan  seiring  dengan adanya pandemic pada tahun 2020. Seiring dengan berjalannya waktu sampai pada saat ini Pemerintah Kabupaten Pasuruan selama tiga tahun terakhir di bawah pemerintahan Bupati Irsyad Yusuf, SE, MMA dan Wakil Bupati Ir. H. Riang Kulup Prayudha mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,29%. Secara umum pada periode Maret 2008 – Maret 2022, tingkat kemiskinan di Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan, terkecuali pada Maret 2020 – Maret 2021. Kenaikan persentase penduduk miskin pada periode ini dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Selain itu, kenaikan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 – Maret 2021 disebabkan pula oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tidak terkecuali Kabupaten Pasuruan. Perkembangan tingkat kemiskinan Kabupaten Pasuruan, Maret 2008 sampai dengan Maret 2022 disajikan pada Gambar 1. Selama periode Maret 2021-Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pasuruan mengalami penurunan sebanyak 11,16 ribu jiwa, dari 159,78 ribu jiwa pada Maret 2021 menjadi 148,62 ribu jiwa pada Maret 2022 atau mengalami penurunan sebesar 6,98 persen. Berdasarkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Pasuruan dalam rentang waktu satu tahun tersebut, juga mengalami penurunan sebesar 0,74 poin, dari 9,70 persen pada Maret 2021 menjadi 8,96 persen pada Maret 2022.



2.3  Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Dana Desa Kabupaten Pasuruan

Bab III Pasal 3 Permendagri NO. 37 Tahun 2007, disebutkan bahwa kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan, dengan kewenangan : 1) Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa; 2) Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa ; 3)Menetapkan bendahara desa, dengan keputusan kepala desa ; 4) Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa: 5) Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa. Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yang terdiri dari : Sekretaris Desa dan Perangkat Desa. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksana pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

Tugas sekretaris desa adalah : 1) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa ; 2) Menyusan dan melaksanakan kebijakan Pengelolaan APBDesa ; 3) Menyusun Raperdes APBDesa, perusahan APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa ; 4) Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa. Jika dibandingkan dengan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, terlihat dalam kekuasaan pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Kepala Desa, dibantu oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yang terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sedangkan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 13 Tentang 2006 (revisi NO. 59 Tahun 2007) tentang Pedoman Pengelolaa Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa kekuasaan pengelola keuangan daerah terdiri dari : 1) Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, 2) Sekretaris Daerah selaku koordinator Pengelolaan keuangan daerah, 3) Kepala SKPKD selaku pejabat pengelola keuangan daerah, 4) Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang, 5) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuaasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

2.4 Dampak Dana Desa Terhadap Keuangan Negara Di Area Kabupaten Pasuruan

Dana desa sangat berdampak pada keuangan negara, Pagu Dana Desa tahun 2022 telah ditetapkan sebesar 68 triliun rupiah dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Jumlah ini menurun sebesar 4 triliun rupiah dibandingkan pagu Dana Desa tahun lalu, dan alokasi Dana Desa yang ditermia oleh Kabupaten Pasuruan adalah sebesar 341 miliar di tahun 2023, agar pengolahan dana desa tersebut berjalan dengan semestinya, maka pelaksanaan pengolahan Dana Desa harus sesuai dengan Azas pengolahan keuangan desa.

Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Pasal 2, Permendagri No 37 Tahun 2007). Transparansi (Transparancy) Dalam Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia NO. 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan transparan adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik ( Bapenas & Depdagri, 2002). Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah memiliki kewenangan mengambil berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang banyak, pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan transparansi, kebohongan sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi menjadi instrumen penting yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi. Prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator (Loina Lalolo Krina P, 2003) seperti berikut : 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua prosesproses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik ; 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani. Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggungjawab kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Akuntabilitas (accountability) Akuntabilitas (accountability) adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang badan hukum pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewanangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Dalam pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel ; 2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 3 Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ; 4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh ; 5) Harus jujur, objektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas (LAN & BPKP, 2000).

Partisipasi Sedangkan Partisipasi menurut (LAN dan BPKP, 2000) adalah setiap warganegara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Dalam Permendagri NO. 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, partisipasi memakai kata-kata partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan (Permendagri, NO.37 Tahun 2007). Partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan publik menjadi kekuatan pendorong untuk mempercepat terpenuhinya prinsip akuntabilitas dari penyelenggara pemerintahan di desa. Dalam penganggaran partisipasi masyarakat sangat penting untuk mencegah kebijakan-kebijakan yang menyimpang. Prinsip dan indikator partisipasi masyarakat dalam pengganggaran menurut (Gatot Sulistioni, Hendriadi, 2004) mencakup hal-hal berikut : a) Adanya akses bagi partisipasi aktif publik dalam proses perumusan program dan pengambilan keputusan anggaran ; b) Adanya peraturan yang memberikan tempat ruang kontrol oleh lembaga independen dan masyarakat baik secara perorangan maupun kelembagaan sebagai media check and balances. 3) Adanya sikap proaktif pemerintah daerah untuk mendorong partisipasi warga pada proses penganggaran. Hal ini mengingat kesenjangan yang tajam antara kesadaran masyarakat tentang cara berpartisipasi yang efektif dan cita-cita mewujudkan APBD yang aspiratiif. Berdasarkan penjelasan terkait azas pengelolaan keuangan desa tersebut dampak dari pemberian dana desa pada desa di area Kabupaten Pasuruan sangatlah efektif terutama dalam bidang sektor industri dan beberapa bidang sektor wisata yang mana Kondisi Geografis Kabupaten Pasuruan terdiri dari 24 kecamatan yang terbagi menjadi 341 desa dan 24 kelurahan, kondisi ini berada di daerah pegunungan dan pesisir, dari kondisi tersebut perkembangan pariwisata dan budaya sangat beragam, Kabupaten Pasuruan mempunyai 102 destinasi pariwisata : wisata alam, wisata buatan, wisata minat khusus, wisata budaya, wisata religi, Agro wisata dan wisata MICE ( Meeting, Incentives, Conferences, Exhibitions ) yang tersebar di beberapa daerah seperti : Air Terjun Kakek Bodo, Gunung Bromo, Kebun Kurma, Finna Golf, Candi Jawi, Makam Segoro Puro, Petik Apel dll. Kunjungan wisata pada tahun 2018 mencapai 2.533.447 orang dari target yang di tetapkan sebesar 2.390.496 orang atau mengalami kenaikan sebesar 5,98 %. Di tahun 2019 dengan adanya pembangunan infrastruktur terutama jalan tol membawa dampak yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pasuruan khususnya pada dunia pariwisata, untuk mengantisipasi kondisi tersebut kiat yang akan dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan : meningkatkan promosi wisata salah satunya dengan meningkatkan promosi dari media social, menawarkan perluasan paket promo wisata (hot deals) di destinasi pariwisata dan promosi di beberapa lokasi yang menjadi regional tourism hub, mendorong pengembangan atraksi wisata yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan meningkatnya layanan di destinasi wisata, dan juga meningkatkan kualitas SDM kepariwisataan.

Pemerintah Kabupaten Pasuruan mencanangkan pembangunan sektor kepariwisataan sebagai salah satu sektor pembangunan. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut maka penetapan kawasan objek wisata yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki. Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk pengembangan KSPN Bromo Tengger Semeru, Dinas Pariwisata akan mengembangkan Desa Wisata Agro dan Desa Wisata Budaya Tengger (Desa Podokoyo, Desa Mororejo, Desa Wonokitri, Desa Tosari). Untuk menarik wisatawan berkunjung di Penanjakan Bromo tidak hanya melihat indahnya sunrise tapi juga sunset yang sangat indah di waktu senja, atraksi budaya setiap akhir pekan akan disuguhkan pada para pengunjung, amenitas penunjang berupa homestay ada 77 unit, 1 hotel bintang 3, dan beberapa lokal resto. Untuk memudahkan menuju lautan pasir Gunung Bromo ada ± 476 unit Jeep Hartop yang setiap saat bisa mengantar pengunjung, untuk menghindari kepadatan di Penanjakan di rencanakan pembangunan kantung pakir di daerah Dingklik dan Pananjakan, sehingga bisa memanfaatkan ojek masyarakat lokal. Perkembangan saat ini di kawasan Bromo akses jalan menuju Penanjakan Bromo melalui Pasuruan, Pasrepan, Puspo sampai Penanjakan sudah bagus dan lebar ini memungkinkan kendaraan besar seperti bis pariwisata bisa menjangkau, sedangkan akses jalan melalui Malang juga sudah besar dan bagus dengan kemudahan di Purwodadi ada pintu tol menuju Surabaya, faktor keamanan juga salah satu yang terpenting untuk keselamatan pengunjung diharapkan destinasi Bromo bisa menjadikan wisata berkelanjutan (sustainable tourism). Dua sektor ini mampu untuk membuat hasil pendapatan suatu daerah meningkat apabila dijalankan sesuai dengan azas pengelolaan dana desa. Karena potensi yang ada di Kabupaten Pasuruan ini sangatlah luas baik dari sektor industry maupun sektor wisata.

Untuk melakukan evaluasi atas dampak dari pemberian dana desa ke masayarakat, cara yang paling tepat adalah dengan membandingkan perubahan tingkat ekonomi dan kesejahteraan antara desa dan kelurahan. Namun, karena ukuran-ukuran ekonomi dan kesejahteraan sebagain besar masih tersedia di tingkat kabupaten dan kota, maka dalam kajian ini pendekatan yang digunakan adalah dengan membandingkan antara kinerja kabupaten dan kota sebagai proksi dari perbandingan antara desa dan kelurahan. Kerangka analisis yang digunakan adalah dengan melihat rantai dampak atau result chain dari diberikannya dana desa sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Kerangka Analisis Dampak Dana Desa


 

Dana desa diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat melalui perbaikan sarana prasarana dan fasilitas di tingkat desa sehingga mendukung perbaikan IPM. Di sisi lain, Dana Desa diharapkan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran, mengurangi kemiskinan, dan pada akhirnya mengurangi ketimpangan.

 



BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Dari latar belakang dan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, Dana Desa sangat berdampak pada keuangan negara seperti halnya pengelolahan Dana Desa yang ada di Kabupaten pasuruan. Sebuah desa dapat dikatakan mampu mengelola Dana Desa dengan benar apabila menjalankan dengan menerapakan azas pengelolaan dana desa yang melipuri Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi. Alokasi Dana Desa juga harus dipertimbangkan dalam pengelolahannya, seperti yang tercantum diatas bahwa alokasi Dana Desa meliputi a. Alokasi Dasar yang memili artti alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh setiap Desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara nasional; b. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi.; c. Alokasi Kinerja; dan d. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/kota. Pengelolahan dana desa sangatlah penting untuk menangani kemiskinan yang terjadi, apalagi setelah masa pandemic Covid-19 di tahun 2020-2022 yang terjadi.

Dampak dari suatu pandemic itu sangat signifikan dan berpengaruh pada proses penyaluran Dana Desa, terutama dalam rangka menanggulangi kemiskinan yang memakan alokasi 50% dari Dana Desa. Kabupaten Pasuruan berdasarkan data statistik BPS selama 3 tahun terakhir bisa menurunkan kemiskinan sebesar 0,29%. Hal ini membuktikan bahwa penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pasuruan cukup efisien, disamping hal tersebut Kabupaten Pasuruan juga memberikan dampak yang bagus di keuangan negara. Karena banyaknya sektor industri dan wisata yang ada di area Kabupaten Pasuruan. Dua sektor tersebut mampu unutuk meningkatkan pendapatan Kabupaten Pasuruan dan juga mampu untuk membuat memberdayakan masyarakat di area industri maupun wisata. Dana desa diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat melalui perbaikan sarana prasarana dan fasilitas di tingkat desa sehingga mendukung perbaikan suatu wilayah baik dari se. Di sisi lain, Dana Desa diharapkan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran, mengurangi kemiskinan, dan pada akhirnya mengurangi ketimpangan.

3.2 Rekomendasi

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis diatas direkomendasikan : 1) Dalam penyusunan dan penetapan Dana Desa disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai serta alokasi yang ditujukan; 2) Dalam pelaksanaan Dana Desa harus dilakukan secara transparan, supaya adanya partisipasi dari masyarakat, dan akhirnya akan menuntut pertanggungjawaban pejabat pengelola keuangan desa ; 3) Dalam melakukan pengelolaan keuangan negara terutama Dana Desa harus berdasarkan azas yang berlaku ; 4) Dampak dari Dana Desa sangatlah baik dalam proses pembangunan suatu masyarakat, terutama dilingkungan seperti Kabupaten Pasuruan.

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

BRS No. 04/12/3514/Thn. III, 30 Desember 2022 Profil Kemiskinan Kabupaten Pasuruan 2022

Renstra Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan Tahun 2018 – 2023

Horota, P., Riani, I. A. P., & Marbun, R. M. (2017). Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam Rangka Otonomi Daerah melalui Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Jayapura. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah, 2(1), 1–33.

Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia (AKURASI) Vol. 1 No. 2 (2019)

Analisis Efektivitas Program Pengentasan Kemiskinan Akibat Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Pasuruan Achmad Miftahul Khoiri , Ulfa Binada, Bahagia Nastiti Senior Researcher At Smartid Indonesia, Malang, East Java Indonesia

https://www.pasuruankab.go.id/ diakses pada tanggal 15 November 2023

Studi Tingkat Kabupaten/Kota Di Indonesia Pengaruh Dana Desa Terhadap Kemiskinan Studi Tingkat Kabupaten/Kota Di Indonesia Indonesian Treasury Review Vol.5, No. 2, (2020), Hal.105-119.

 

Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembagian Dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa Kabupaten Pasuruan Tahun Anggaran 2020

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI VISI DAN MISI RPJMD KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2013 - 2018

 

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI VISI DAN MISI RPJMD  

KABUPATEN PASURUAN

TAHUN 2013-2018

 

 






Dosen Pengampu :

HENDRA SUKMANA, M.KP

 

 

Disusun Oleh :

Intan Prihartini (232020100167)

 

 

 

 

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS BISNIS, HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO TAHUN 2023



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Perencanaan Pembangun .Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, M.KP selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Pembangunan.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

Sidoarjo, 16 November 2023

 

 

 

DAFTAR ISI


 KATA PENGANTAR ...........................................................................i

 DAFTAR  ISI ........................................................................................ii

 PENDAHULUAN .................................................................................1

        1.1 Latar Belakang .........................................................................1

        1.2 Tujuan .......................................................................................2

 PEMBAHASAN ...................................................................................4

        2.1 Teori Penelitian.........................................................................4

        2.2 Visi Misi Kabupaten Pasuruan..................................................4  

 PENUTUP ............................................................................................12

         3.1 Kesimpulan .............................................................................12

         3.2 Rekomendasi ...........................................................................12

 REVERENSI .........................................................................................13



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem negara kesatuan, aktivitas pemerintahan tidak hanya berada di level pusat, tetapi juga di daerah sebagai konsekuensi dari desentralisasi. Desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah. Salah satu perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah membuat rencana pembangunan daerah. Dalam proses penyusunan sebuah perencanaan khususnya perencanaan pembangunan daerah, tentunya sering ditemui permasalahan-permasalahan yang bisa menyebabkan kegagalan atau tidak efektif. Permasalahan tersebut diantaranya: Pertama, masih adanya ego sektoral antara para aparat pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Kedua, kurang terpadunya antara perencanaan dan penganggaran. Ketiga, belum optimalnya peran serta masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan sehingga kebanyakan perencanaan yang disusun masih bersifat top down planning (Sjafrizal, 2014). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi proses perencanaan diantaranya faktor lingkungan, faktor jumlah dan kompetensi perencana, faktor sistem yang digunakan, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi serta faktor anggaran (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Salah satu perencanaan pembangunan daerah yang strategis adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Proses penyusunan dokumen RPJMD terdiri dari 5 tahapan yaitu 1) Penyusunan Rancangan Awal RPJMD; 2) Penyusunan Rancangan RPJMD; 3) Pelaksanaan Musrenbang RPJMD; 4) Penyusunan Rancangan Akhir RPJMD; dan 5) Penetapan Perda RPJMD. Kelima tahapan tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat siklis dalam sebuah sistem perencanaan pembangun daerah. Setiap tahapan harus dilalui untuk memperoleh dokumen RPJMD yang aplikatif dan implementatif.

Dalam prakteknya proses penyusunan dokumen RPJMD juga menemui berbagai permasalahan. Setiap tahapan memiliki karakteristik tersendiri sehingga permasalahannya juga spesifik. Permasalahan pada tahapan penyusunan rancangan awal RPJMD adalah kurang seimbangnya penggunaan pendekatan perencanaan pembangunan dan belum adanya keterkaitan antar bab dalam dokumen perencanaan. Selanjutnya permasalahan pada tahapan penyusunan rancangan RPJMD terkait dengan hubungan antara perencana dengan administrator. Penyusunan dokumen RPJMD juga harus melibatkan partisipasi masyarakat melalui forum musrenbang. Kenyataannya adalah forum tersebut belum optimal dalam menampung aspirasi masyarakat. Tahapan selanjutnya adalah penyusunan rancangan akhir RPJMD dengan permasalahan belum optimalnya proses evaluasi dan tindak lanjut evaluasi oleh pemerintah kabupaten. Terakhir adalah terkait dengan penetapan perda dimana masih didominasi oleh pendekatan politis.

 Berdasarkan uraian permasalahan dalam proses penyusunan dokumen RPJMD maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk memperbaiki situasi permasalahan. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang komplek yang melibatkan banyak stakeholder adalah Soft System Methodology (SSM). SSM adalah sebuah pendekatan untuk memecahkan situasi masalah yang kompleks dan tidak terstruktur berdasarkan analisis holistik dan berpikir sistem (Checkland & Scholes, 1990:22). Fokus dari SSM adalah untuk menciptakan sistem aktivitas dan hubungan manusia dalam sebuah organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Keberadaan RPJMD di Kabupaten Pasuruan periode Tahun 2013-2018 tentu sebagai dokumen acuan dalam pelaksanaan program pembangunan di Kabupaten Pasuruan. Namun terdapat beberapa permasalahan pelaksanaan perencanaan pembangunan yang disebutkan dalam RPJMD Kabupaten Pasuruan 2013-2018, yakni: minimnya pemahaman OPD terhadap pentingnya dokumen perencanaan; data dan informasi kurang akurat; terdapat kesulitan untuk memastikan konsistensi antara perencanaan (program/ kegiatan) pembangunan dengan alokasi penganggarannya; serta belum optimalnya sistem pengendalian dan evaluasi pembangunan. Selain itu juga terdapat program pembangunan yang telah direncanakan dalam RPJMD belum terealisasi hingga akhir periode RPJMD. Program tersebut adalah program penanggulangan disparitas wilayah antara wilayah barat Kabupaten Pasuruan yang lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah timur Kabupaten Pasuruan

1.2 Tujuan

Berdasarkan permasalahan tersebut, yang paling disoroti pada penelitian ini adalah aspek kesesuaian perencanaan dengan realisasi pelaksanaan RPJMD di Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018. Sehingga penelitian ini mengulas bagaimana kesenjangan yang terjadi antara perencanaan dan realisasi program pemerintah Kabupaten Pasuruan untuk menjelaskan mutu atau baik buruknya perencanaan pembangunan daerah, serta mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan kesenjangan sampai terjadi. Penelitian ini menggunakan indikator permasalahan dan penyebab kesenjangan yang terjadi menurut Sjafrizal (2016) dan beberapa penelitian terdahulu terkait dengan pembahasan penelitian ini. Peneliti mengambil tiga aspek penting pada implementasi RPJMD dimana kesenjangan dapat terjadi dalam hal program pembangunan, anggaran, dan jadwal pelaksanaan.

Dari hal tersebut, maka penelitian ini ingin mengulas kondisi kesenjangan yang terjadi yakni pertama pada konsistensi pelaksanaan program dengan perencanaan; kedua, keterpaduan realisasi anggaran dengan perencanaan; dan ketiga, konsistensi waktu pelaksanaan dengan perencanaan, yakni ketetapan atau kesesuaian jadwal pelaksanaan program yang telah direncanakan dengan jadwal realisasinya. Selain itu menurut Sjafrizal (2016) dan dari penelitian terdahulu juga didapatkan delapan indikator faktor penyebab terjadinya kesenjangan. Namun kemudian peneliti menggunakan lima indikator faktor penyebab kesenjangan yang disesuaikan dengan kondisi temuan di lapangan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat disimpulkan rumusan masalah yang ada adalah, sebagai berikut: a) Apa sajakah kesenjangan yang muncul antara perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018?; dan b) Apa sajakah penyebab terjadinya kesenjangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018?. Dari rumusan masalah di atas dapat kita simpulkan dapat kita ketahui tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) untuk mengetahu apa saja kesenjangan yang muncul antara perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018?; dan b) Apa sajakah penyebab terjadinya kesenjangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Yubu (2013) ditemukan bahwa dalam proses implementasi RPJMD kurang lebih 30% program dan kegiatan tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan. Selain itu menurut Christiyanto et al., (2016) dalam implementasi RPJMD Kabupaten Kutai Barat, terdapat beberapa program OPD yang tidak sesuai dengan program di RPJMD, hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi atau koordinasi antara OPD dengan Bappeda. Arbianto (2016) juga menemukan alokasi penganggaran untuk belanja program pembangunan dalam RPJMD 2012-2016 cukup tinggi dengan mencapai kisaran 74% hingga 92%, namun implementasi penganggaran yang mendasarkan pada perencanaan kinerja belum terlaksana dengan baik. Keban (2019) dalam penelitiannya diketahui bahwa kegagalan perencanaan disebabkan oleh kurangnya kapasitas pemerintah daerah, kegagalan dalam menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam reformasi birokrasi, dan intervensi yang kuat dan pengaruh kepentingan elit politik di daerah

Sugiyono (2017) menyebutkan bahwa kebijakan merupakan pernyataan individu, kelompok atau pemerintah, tertulis atau lisan yang merupakan panduan umum untuk bertindak dalam rangka penyelesaian masalah dan pencapaian tujuan. Proses pembuatan kebijakan terdapat perencanaan kebijakan guna menentukan suatu tindakan kebijakan yang akan dilakukan untuk melakukan sesuatu yang baik di masa depan (Schultz, 2004)

Aspek didalam perencanaan adalah perumusan tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang ada karena hakikat dan tujuan publik adalah kesejahteraan publik (Bastian, 2006). Maka perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan formal yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menentukan kebijakan dan program apa yang akan mereka adopsi guna mempengaruhi atau mempersiapkan diri untuk situasi dimasa depan (Schultz, 2004).

2.2 Visi Misi Kabupaten Pasuruan

             Kabupaten Pasuruan dalam Perbup Nomor 27 Tahun 2015 memiliki Visi Menuju Kabupaten Pasuruan Yang Sejahtera Dan Maslahat, Misi : Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, murah, dan terjangkau oleh semua lapisan Masyarakat Matrik RPJMD Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018. Menurut UU Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional menyatakan, bahwa pembangunan desa sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan ujung tombak dari pembangunan nasional yang strategis, maksudnya yaitu pembangunan desa merupakan bagian terpenting yang menentukan keberhasilan dari pembangunan nasional nantinya. Sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara Negara dan masyarakat ditingkat pusat dan daerah. Hal ini sesuai dengan makna pembangunan desa menurut Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, bahwa seluruh proses kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa/kelurahan merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong dari masyarakat.

            Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat desa. Penduduk desa adalah merupakan suatu potensi sumber daya manusia yang memiliki peranan ganda, yaitu sebagai objek pembagunan dan sekaligus sebagai subjek pembangunan. Dikatakan sebagai objek pembangunan, karena sebagian penduduk di desa dilihat dari aspek kualitas masih perlu dilakukan pemberdayaan. Sebaliknya sebagai subjek pembangunan penduduk desa memegang peranan yang sangat penting sebagai pelaku dalam proses pembangunan desa maupun pembangunan nasional (Rustam, 2016). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka desa harus memiliki rencana pembangunan berjangka dan berukur yang meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, dan rencana pembangunan tahunan desa atau biasa disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP) yang merupakan penjabaran dari RPJMDes untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kemudian diperkuat juga bahwa perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJMDes, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.

Dalam Sebuah jurnal online yang ditulis oleh Jaucha Habibah Widiyanti, melakukan sebuah penelitian terkait kesenjangan yang terjadi di RPJMDes Kabupaten Pasuruan, dengan hasil. Pengertian arti kata gap atau kesenjangan ini mengindikasikan adanya suatu perbedaan antara satu dengan hal lain yang saling berhubungan (Soemarno, 2016). Kesenjangan ini menurut Havens & Waller (2015) dapat terjadi pada program dan layanan dalam berbagai bentuk, yang paling umum seperti pada program, kebijakan & praktik berbasis fakta-fakta atau bukti; kesenjangan perkembangan dalam kontinum layanan seperti adanya masalah ketaatan implementasi dan batasan pendanaan

Indikator penyebab terjadinya kesenjangan menurut Sjafrizal (2016) dan dari penelitian terdahulu antara lain: a) unsur politik, b) unsur sumber daya manusia (SDM), unsur anggaran, d) unsur teknis, e) unsur komunikasi/ koordinasi, f) unsur partisipasi masyarakat, g) unsur lingkungan, dan h) unsur waktu. Penyebab-penyebab tersebut disusun ke dalam diagram fishbone atau yang disebut dengan diagram sebab akibat. Sehingga menurut Sjafrizal (2016) penyebab-penyebab tersebut akan mengakibatkan kesenjangan pada konsistensi pelaksanaan program dengan perencanaan, keterpaduan relaisasi anggaran dengan perencanaan, dan konsistensi waktu pelaksanaan dengan perencanaan. Indikator tersebut disusun dalam diagram fishbone atau diagram sebab akibat yang akan mengintegrasikan penyebab kesenjangan serta akibat berpengaruh pada apa saja (gambar 1).




Gambar 1 Diagram Fishbone: Integrasi sebab akibat kesenjangan RPJMD Sumber: Hasil analisis, 2019

Pendekatan penelitian yang ada pada jurnal ini adalah kualitatif deskriptif. Penetapan fokus penelitian ini berdasarkan permasalahan kesenjangan yang terjadi menurut Sjafrizal (2016) dan dari hasil penelitian terdahulu. Di mana peneliti menyimpulkan ke dalam 3 (tiga) aspek utama terjadinya kesenjangan dalam implementasi RPJMD yakni: konsistensi pelaksanaan program dengan perencanaan, keterpaduan realisasi anggaran dengan perencanaan, dan konsistensi waktu pelaksanaan dengan perencanaan. Selain itu dari 8 (delapan) faktor penyebab secara  umum  terjadinya  kesenjangan,  penyebab kesenjangan dalam penelitian ini terdapat 5 (lima) faktor penyebab yakni faktor teknis, faktor waktu, faktor sumber daya manusia (SDM), faktor anggaran, dan faktor lingkungana dan sumber data yang diperoleh oleh peniliti dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu meliputi peristiwa yang terjadi, informan, dan dokumen.

Pada temuan penilitian yang dilakukan di jurnal ini yaitu, adanya kondisi ketidaksesuaian antara apa yang sudah direncanakan dengan pelaksanaannya tersebut merupakan suatu hal yang lumrah terjadi dalam pelaksanaan RPJMD di Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018. Ketidaksesuaian yang terjadi dapat berkaitan baik pada ketersediaan anggaran maupun pelaksanaan program dan kegiatan yang tidak dapat terselesaikan sesuai rencana. Hal tersebut dikarenakan terdapat pemikiran suatu perencanaan adalah suatu hal yang bersifat dinamis yang tidak dapat dipaksakan. Sehingga apapun yang terjadi pada proses pelaksanaan tidak dapat dipungkiri akan mudah tidak terlaksana ataupun tidak sesuai rencana. Selain itu pada dasarnya kondisi ini merupakan suatu hal yang sudah terjadi secara berulang-ulang di Kabupaten Pasuruan. Sehingga menyebabkan hal tersebut menjadi wajar atau biasa terjadi pada implementasi suatu perencanaan.

Permasalahan adanya kondisi tidak konsisten pada program dalam RPJMD Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018 dengan program yang telah dilaksanakan pasti dapat terjadi. Hal tersebut terjadi lantaran program yang di realisasikan dapat berbeda dengan program yang telah direncanakan dalam RPJMD, baik program bertambah ataupun terdapat program yang seharusnya dilakukan namun tidak direalisasikan. Namun hal tersebut dikarenakan adanya review RPJMD yakni penyesuaian pada kondisi daerah yang bertujuan untuk mensinkronisasi terkait peraturan daerah maupun visi misi Bupati Pasuruan baik pada serta kondisi lingkungan, sehingga banyak program yang tidak sesuai dengan perencanaan. Adapun dari hasil temuan di lapangan, terdapat beberapa hal yang ditemukan bahwa mayoritas dana yang direncanakan tidak sesuai dengan realisasinya. Dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Pasuruan, mayoritas dana yang dianggarkan tidak sesuai dengan realisasi penggunaan anggaran. Hal tersebut dikarenakan anggaran yang digunakan tidak semuanya habis untuk pelaksanaan program yang telah direncanakan. Anggaran yang diserap untuk program kegiatan setiap tahunnya belum dapat maksimal sehingga berbeda dengan anggaran yang telah tersedia. Namun kondisi tersebut sudah dianggap biasa.

Alasan adanya sisa anggaran yang tidak digunakan selama pelaksanaan tersebut adalah bentuk efisiensi. Namun hal demikian mengindikasikan bahwa lemahnya perencanaan mengakibatkan rendahnya penyerapan anggaran. Karena jika ada perencanaan yang maksimal, tentu akan ada program-program yang diupayakan dengan memanfaatkan seluruh anggaran yang tersedia, maka anggaran yang diserap juga pasti akan maksimal secara keseluruhan. Sehingga tidak ada program yang dilakukan secara suka-suka dan cuma-cuma untuk sekedar mengikuti target, namun kualitas dan tepat sasaran tidak menjadi prioritas. Pada akhirnya sisa anggaran yang tidak terpakai akan masuk pada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan dibuat Perubahan Anggaran Keuangan (PAK). Namun, sifat dari PAK tersebut tidak permanen melainkan selalu mengalami perubahan anggaran, sehingga setiap OPD memiliki lebih dari satu dokumen PAK dikarenakan anggaran pada program atau kegiatan selalu tidak pasti.

Kondisi ini juga disebabkan karena adanya waktu pelaksanaan kegiatan yang terbatas pada tahun anggaran berjalan. Di mana anggaran pada tahun tersebut yang seharusnya dimanfaatkan tetapi tidak dapat diserap secara maksimal dan sesuai rencana. Sehingga kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perencanaan yang ada tidak berjalan dengan baik. Seperti yang terlihat pada Tabel 1, penyerapan anggaran terendah pada beberapa OPD mengindikasikan lemahnya perencanaan.

 

Tabel 1 Realisasi Penggunaan Anggaran Terendah

No

Organisasi Perangkat

Daerah (OPD)

Tahun

2013

2014

2015

2016

2017

1

Dinas Kesehatan

-

61%

61%

-

-

2

Dinas PU Bina Marga

-

-

63%

-

-

3

BPBD

-

-

-

21%

-

4

Dinas Tenaga

Kerja

-

-

47%

-

-

5

Dinas Pertanian

-

-

37%

-

-

6

Badan

Pertanahan Nasional (BPN)

-

-

-

-

65%

7

Dinas Lingkungan

Hidup

68%

-

-

59%

-

 

8

Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa

 

67%

 

-

 

-

 

-

 

-

9

Dinas Komunikasi dan

Informatika

-

-

30%

-

-

10

Dinas Koperasi

dan Usaha Mikro

-

-

67%

-

-

11

Dinas Kelautan

dan Perikanan

-

-

67%

-

-

Sumber: Hasil Analisis, 2019

Tabel tersebut menunjukkan sebanyak 11 OPD yang merealisasikan anggaran terendah pada masing-masing tahun pelaksanaan. Kondisi tersebut dikarenakan banyak program-program pada OPD yang tidak dilaksanakan meskipun sudah tersusun dalam perencanaan. Penyebab- penyebab yang mengakibatkan adanya program yang tidak terealisasi dan mengakibatkan penyerapan anggaran tidak maksimal yakni disebabkan oleh: a) kelemahan pada perencanaan atas pelaksanaan program kegiatan; b) sumber daya manusia dalam instansi (jumlah dan kualitas yang relatif terbatas); c) adanya kendala teknis seperti perubahan peraturan baik pada peraturan provinsi maupun dari pusat ditengah tahun anggaran berjalan; serta d) proses pelaksanaan lelang (gagal lelang, jangka waktu yang pendek, persyaratan peserta penawaran yang tidak terpenuhi).

Selain itu di Kabupaten Pasuruan terdapat suatu program yang masih belum memiliki output pelaksanaan hingga akhir periode RPJMD. Program tersebut terdapat dalam program perencanaan tata ruang yang merupakan program penanggulangan disparitas wilayah. Program disparitas wilayah ini merupakan program pembangunan prioritas yang direncanakan pada Tahun 2017. Namun hingga akhir periode RPJMD 2013-2018, program tersebut tak kunjung berjalan dan tidak dapat diukur perkembangannya.


Tabel 2 Realisasi Waktu Pelaksanaan Program

 

No.

 

Program Pembangunan

 

Sasaran

Kondisi Awal Periode RPJMD

 

Tahun Rencana Pelaksanaan

 

Tahun Selesai

Kondisi

pada Akhir Periode

RPJMD

 

1

Program Perencanaan Tata Ruang

Tingkat disparitas wilayah yang

rendah

 

0,2553%

 

2017

 

-

 

-

Sumber: RPJMD Tahun 2013-2018

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada program perencanaan tata ruang yang bersasaran pada penurunan tingkat disparitas wilayah masih belum dapat terselesaikan hingga akhir periode RPJMD 2013-2018. Terlihat bahwa penetapan kondisi awal yang ada pada RPJMD Tahun 2013-2018 sebesar 0,2553% dan kondisi akhir belum dapat terealisasi. Sehingga pelaksanaan program masih tergolong dilaksanakan tidak sesuai dengan ketepatan waktu yang telah ditentukan dalam perencanaan. Selain itu penyebab yang mengakibatkan tidak terselesaikannya program penanggulangan disparitas wilayah tersebut adalah faktor perbedaan kondisi wilayah geografis, kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi infrastruktur, serta minimnya investasi pada wilayah timur Kabupaten Pasuruan.

Kondisi Geografis. Perbedaan kondisi geografis diwilayah disparitas Kabupaten Pasuruan yang tidak sama mengakibatkan program tidak dapat segera terselesaikan. Kondisi sosial budaya, perbedaan kondisi sosial budaya masyarakat mempengaruhi kesadaran akan partisipasi  masyarakat  diwilayah timur  Kabupaten Pasuruan untuk berkembang. Kondisi ekonomi, perbedaan mata pencaharian masyarakat sehingga secara sosial ekonomi lebih maju penduduk wilayah barat - selatan dibanding dengan wilayah timur – utara. Kondisi Infrastruktur, kondisi infrastruktur umum di wilayah timur yang masih belum memadai.

Jika menurut Schultz (2004) bahwa proses pembuatan kebijakan terdapat perencanaan kebijakan guna menentukan suatu tindakan kebijakan yang akan dilakukan untuk melakukan sesuatu yang baik di masa depan. Namun pada kenyataan di Kabupaten Pasuruan perencanaan belum digunakan untuk tindakan masa depan. Dikarenakan perencanaan yang disusun masih belum berfungsi secara optimal. Kesenjangan ini menurut Havens & Waller (2015) dapat terjadi pada program dan layanan seperti adanya masalah ketaatan implementasi dan batasan pendanaan. Selaras dengan apa yang terjadi di Kabupaten Pasuruan, bahwa kesenjangan terjadi pada sebuah perencanaan dengan implementasinya. Sehingga apa yang telah diungkapkan oleh Sjafrizal (2016) jika RPJMD dapat mengalami ketidaksesuaian dengan implementasinya, sesuai dengan kondisi di Kabupaten Pasuruan. Di mana penyebab kesenjangan yang terjadi di Kabupaten Pasuruan sesuai dengan indikator menurut Sjafrizal (2016) dan penelitian terdahulu yakni faktor teknis, fakor waktu, faktor SDM, faktor anggaran dan faktor lingkungan di daerah.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Penyebab-penyebab yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan pada RPJMD Tahun 2013-2018 dapat disimpulkan antara lain: faktor teknis, yakni review RPJMD, serta kendala pada proses lelang karena gagal lelang dan gangguan sistem e-Procurement; faktor waktu, yakni jangka waktu pada proses lelang yang lama, serta terbatasnya waktu untuk merealisasikan program penanggulangan disparitas wilayah; faktor sumber daya manusia (SDM), rendahnya komitmen SDM, kualitas dan kuantitas tenaga perencana masih terbatas, rendahnya kepatuhan hukum untuk kerjasama dan jujur dalam hal keselarasan perencanaan dengan pelaksanaan; faktor anggaran, yakni lemahnya perencanaan karena penyerapan anggaran tidak maksimal, serta perubahan anggaran yang disebabkan program tidak pasti; dan faktor lingkungan, yakni mencakup kondisi geografis wilayah disparitas, sosial budaya, ekonomi, dan infrastruktur yang belum memadai, sehingga program penanggulangan disparitas wilayah belum terealisasi.

3.2 Rekomendasi

            Pemerintah Desa memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, tidak hanya karena sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa, namun desa juga memberikan sumbangan besar ikut dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa merupakan bagian dari rangkaian pembangunan nasional, yang mana pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan secara berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakatnya. Namun kondisi pembangunan di Indonesia tentu saja tidak selalu bagus. Karena dalam beberapa daerah timbul masalah seperti, pembangunan tidak merata, pembangunan yang tidak berkelanjutan, pembangunan yang terlalu terpusat, yang berpengaruh pada minimnya tingkat kemajuan pembangunan daerah maupun pusat. Maka, agar tercipta suatu sistem pembangunan yang ideal hendaknya semua pembangunan harus berlandaskan dengan perencanaan yang matang

 

 

 

 

REFERENSI

Arbianto, Muhammad Purwo. (2016). Evaluasi Keterkaitan Perencanaan Kinerja dan Penganggaran (Studi pada Pemerintah Kota Yogyakarta). Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

 

Bappeda Kab. Pasuruan. (2012). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018. Kab. Pasuruan: Bappeda.

Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Christiyanto, Franz., Nurfitriyah, Hj., & Sutadji, H. (2016). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Implementasi Program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kutai Barat Tahun 2011 – 2015. eJournal Administrative Reform, 4(2), pp.291-300.

 

Yubu, Demianus. (2013). Evaluasi Implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Halmahera Barat 2006-2010 Melalui Persepsi Masyarakat. Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kebijakan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, R & D dan Penelitian Evaluasi. Bandung: Alfabeta.

 

Peraturan Bupati Kabupaten Pasuruan Nomor 27 Tahun 2015 Tentang Hasil Review RPJMDes Kabupaten Pasuruan Tahun 2013-2018

 

 

ARTIKEL TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA     MAKALAH Disusun  u ntuk  m emenuhi  t ugas  m ata  k uliah   Kepemimpinan Dalam S...