Minggu, 14 Januari 2024

ANALISIS PELAKSANAAN RPJM DESA KEDUNGCANGKRING KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

 

ANALISIS PELAKSANAAN RPJM DESA KEDUNGCANGKRING KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

 

 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembangunan

Dosen Pengampu:

Hendra Sukmana, S.AP., M.KP

 

 



 

Disusun oleh :

Intan Prihartini (232020100167)

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI HUKUM DAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

JANUARI 2024


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Pembangunan.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

 

Sidoarjo, 12 Januari 2024

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1

1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 3

1.3  Tujuan Pembahasan............................................................................................ 3

 

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Definisi RPJM Desa............................................................................................ 4

2.2  Landasan Hukum............................................................................................ 5

2.3  Proses Perencanaan RPJM Desa............................................................................................ 6

2.4  Implementasi RPJM Desa............................................................................................ 7

2.5  Tahap Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring............................................................................................ 8

2.6  Tahap Pengawasan RPJM Desa Kedungcangkring.......................................................................................... 10

2.7  Tahap Evaluasi RPJM Desa Kedungcangkring.......................................................................................... 11

 

BAB III PENUTUP

3.1.1      Kesimpulan.................................................................................... 13

3.1.2      Saran.................................................................................... 13

 

 

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................ 14

           


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Pembangunan desa merupakan salah satu pemanfaatan untuk salah satu kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dari segi perekonomian masyarakat, kesempatan lapangan pekerjaan, kesempatan usaha, aspek dalam pengambilan keputusan maupun indeks pembangunan manusia (SE Mendagri No 414.2/1408 PMD Tahun 2010). Menurut UU No. 6 tahun 2014, untuk mencapai pembangunan desa yang ideal, pembangunan dalam desa melalui tahapan dengan adanya perencanaan dan pengawasan. RPJMDesa merupakan dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat isi visi dan misi kepala desa, arah kebijakan desa, kegiatan desa, penyelenggaraan kebijakan, pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (Permendagri No 114 tahun 2014). Dalam penyusunan RPJMDesa melibatkan partisipatif masyarakat agar terciptanya rencana pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Rahman (2012) mengatakan adanya partisipasi masyarakat semakin membuka peluang rencana pembangunan desa yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Di Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo pembentukan RPJMDesa melibatkan beberapa anggota seperti Pejabat Desa, BPD, Tokoh Masyarakat akan lebih tercipta rencana pembangunan desa yang sesuai harapan masyarakat. (Rahman et al., 2014)

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, Pemerintah Desa melakukan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk RPJM Desa. RPJM Desa adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, atau sering disingkat dengan RPJMDes yang merupakan dokumen perencanaan desa untuk periode 6 (enam) tahun. Secara umum dalam penyusunan RPJM Desa yaitu: Menerapkan Pola Perencanaan Pembangunan desa secara Partisipatif; meningkatkan Keberdayaan Masyarakat agar seluruh warga desa dapat berpartisipasi aktif dalam seluruh proses pembangunan dengan kemampuan, kesempatan dan kecepatan yang profesional; meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan desa yang ditetapkan berdasarkan kajian terhadap masalah, kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, mengembangkan swadaya gotong royong masyarakat menuju terciptanya pelaksanaan pembangunan desa yang bertumpu pada kekuatan masyarakat desa sendiri, dan memantapkan kesiapan masyarakat dalam menyongsong dan mendukung programprogram pembangunan di desa. Dengan kata lain penyusunan rencana harus melibatkan masyarakat desa secara langsung.

Agar masyarakat desa dapat terlibat, tentunya masyarakat memerlukan informasi yang mungkin mereka dapatkan secara langsung dari sumber yang dapat dipercaya dengan informasi yang valid, lengkap dan mutakhir. Informasi tentang desa bisa diletakkan dalam suatu sistem informasi desa yang bekerja secara terpadu mulai dari unit terkecil seperti RT atau RW dan kemudian unit atau instansi yang lebih luas lagi misalnya kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pemerintah Republik Indonesia mengatur Sistem Informasi Desa (SID) dengan mengukuhkannya melalui Undang-undang Desa (UU Desa). Dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 86 ayat (2) dan ayat (5) bahwa mewajibkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan SID, dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Desa agar dapat diakses oleh masyarakat desa dan pemangku kepentingan lainnya. Kemudian pada ayat (4) dijelaskan bahwa Sistem Informasi Desa (SID) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.

Pengembangan SID dilakukan dengan berbagai macam aplikasi sistem informasi yang ada, baik yang bersifat lokal maupun yang bersifat global. Masing-masing sistem informasi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi berbasis Internet, maka sistem informasi yang bersifat global lebih dimungkinkan untuk diterapkan dimana memiliki akses dan jangkauan lebih luas yang memungkinkan masyarakat desa mendapatkan data yang valid, lengkap dan mutakhir melalui jaringan koneksi Internet. Sistem yang dibangun tidak langsung dapat dimanfaatkan jika tidak diisi dengan konten yang dibutuhkan untuk perencanaan desa. Proses pengisian konten informasi dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pengumpulan data sampai dengan proses input data ke sistem yang tentunya dapat dilakukan secara berjenjang dan terpadu. Pada proses input data dimungkinkan juga timbul berbagai permasalahan seperti 2 misalnya, pengadministrasian data desa dan data kependudukan, pengelolaan data surat menyurat, pengelolaan data persil dan data yang lainnya. Tetapi hal yang paling penting adalah pengambilan keputusan perangkat desa serta sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan desa dapat diselesaikan dengan menggunakan SID. Untuk itu desa yang belum mengembangkan sistem ini dan belum didukung dengan perangkat desa yang terampil sangat perlu dibantu dengan dukungan teknis dan non teknis. Sehingga sistem ini diharapkan dapat digunakan agar terbentuknya tata kelola pemerintahan desa yang baik (good governance).

 

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi RPJM Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo?

 

1.3  Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi RPJM Desa Kedungcangkring Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo.

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1   Definisi RPJM Desa

              RPJM Desa adalah singkatan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Ini adalah sebuah dokumen perencanaan yang disusun oleh pemerintah desa atau kelompok masyarakat di dalam desa untuk mengatur dan mengarahkan pengembangan desa dalam jangka waktu tertentu. RPJM Desa biasanya memiliki rentang waktu 5 tahun dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah desa dalam mengalokasikan sumber daya dan merencanakan kegiatan pembangunan di desa.

              RPJM Desa menggambarkan visi dan misi pembangunan desa serta menyusun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen ini berisi analisis kondisi desa, identifikasi masalah, serta penetapan sasaran, kebijakan, program, dan strategi pembangunan yang akan dilakukan dalam kurun waktu yang ditetapkan.

              RPJM Desa melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemerintah desa biasanya mengadakan musyawarah desa untuk melibatkan seluruh warga dalam menyusun RPJM Desa. Dalam musyawarah tersebut, aspirasi, kebutuhan, dan usulan masyarakat desa dihimpun untuk menjadi dasar penyusunan RPJM Desa yang lebih partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat setempat.

              RPJM Desa memiliki peran penting dalam pembangunan desa karena menjadi acuan bagi pemerintah desa dalam mengalokasikan anggaran, mengimplementasikan kebijakan pembangunan, serta memantau dan mengevaluasi hasil pembangunan desa secara berkala.

 

 

 

 

2.2  Landasan Hukum

2.2.1      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 54 Tahun 2016 tentang Pedoman Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa;

2.2.2      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 48 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengelolahan Aset Desa;

2.2.3      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 47 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015 tentang Badan Permusyawaratan Desa; Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.4      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 72 Tahun 2018 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Sidoarjo;

2.2.5      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 35 Tahun 2019, Perubahan Kesatu Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.6      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 7 Tahun 2020, Perubahan Kedua Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.7      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 46 Tahun 2020 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa;

2.2.8      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 71 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 113 Tahun 2018 tentang Pengelolahan Keuangan Desa;

2.2.9      Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa Tahun 2020;

2.2.10   Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 8 Tahun 2021 tentang Besaran Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak Daerah, Bagi Hasil Retribusi Daerah, Dana Desa, Dan Bantuan Keuangan Kepada Desa Di Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2021.

 

2.3  Proses Perencanaan RPJM Desa

              Identifikasi kebutuhan dan masalah: Melalui musyawarah desa atau konsultasi dengan masyarakat, identifikasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh desa. Ini dapat mencakup berbagai aspek seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya.

              Analisis keadaan eksisting: Lakukan analisis menyeluruh terhadap kondisi desa saat ini. Tinjau data dan informasi yang ada, seperti data demografi, kondisi ekonomi, potensi sumber daya, dan lain-lain. Identifikasi potensi dan tantangan yang dihadapi oleh desa.

              Penetapan visi, misi, dan tujuan: Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan dan analisis keadaan eksisting, tetapkan visi, misi, dan tujuan untuk pengembangan desa dalam jangka waktu tertentu. Visi merupakan gambaran masa depan yang diharapkan untuk desa, sedangkan misi adalah pernyataan tentang bagaimana mencapai visi tersebut. Tujuan merupakan target konkret yang ingin dicapai dalam jangka waktu RPJM Desa.

              Penetapan kebijakan pembangunan: Tentukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan desa. Misalnya, kebijakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan lain sebagainya. Kebijakan ini akan menjadi panduan bagi pemerintah desa dalam mengambil keputusan dan mengalokasikan sumber daya.

              Penyusunan program dan kegiatan: Berdasarkan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan, susun program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam RPJM Desa. Program dan kegiatan ini harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan waktu terkait (SMART).

              Penyusunan anggaran: Hitung perkiraan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam RPJM Desa. Susun rencana anggaran yang mencakup sumber daya yang tersedia, baik dari pemerintah desa, dana desa, bantuan pemerintah pusat, atau sumber daya lainnya.

              Pengesahan dan implementasi: Setelah penyusunan selesai, RPJM Desa harus disahkan oleh pemerintah desa atau lembaga yang berwenang. Setelah itu, program dan kegiatan dalam RPJM Desa dapat diimplementasikan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

              Monitoring dan evaluasi: Lakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program dan kegiatan dalam RPJM Desa. Tinjau kemajuan yang dicapai, identifikasi masalah yang muncul, dan lakukan perbaikan jika diperlukan.

 

2.4  Implementasi Tahap Perencanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Tahap perencanaan ini dimulai dari musyawarah dusun yang melibatkan masyarakat yang ada di dusun. Kemudian dilaksanakan oleh pemerintah Desa Kedungcangkring dengan melibatkan unsur organisasi desa yakni, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), karang taruna, dan dihadiri oleh beberapa lapisan masyarakat perwakilan dari tiap-tiap dusun. Tahap perencanaan pengelolaan dana desa, meliputi: partisipasi dalam organisasi secara efektif dalam musyawarah desa, menetapkan prioritas belanja desa dalam musyawarah desa, dan melakukan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat.

              Keserasian antara kegiatan kerja dan kebutuhan masyarakat hubungannya dengan pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring, yaitu bermaksud agar setiap kegiatan yang dilaksanakan benar-benar sesuai harapan dan dirasakan oleh masyarakat. Sehingga hasil kegiatan yang dilaksanakan dapat dinikmati dan dimanfaatkan masyarakat Desa kedungcangkring secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya survey pemerintah desa sendiri. Selain itu masukan ataupun saran dari masyarakat kepada pemerintah desa yang disampaikan melalui organisasi yang ada di desa juga sebagai tempat penyampaian aspirasi masyarakat dalam pengelolaan dana desa. setelah semua saran dan masukan dari masyarakat terkumpul, maka pemerintah desa akan melaksanakan musyawarah desa untuk menentukan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Kedungcangkring.

              Hasil di lapangan menunjukan, bahwa dalam pengelolaan dana desa yaitu pada tahap perencanaan (pengambilan keputusan), dapat di lihat bahwa dimana pemerintah desa memberikan ruang untuk masyarakat dan bersifat bottom up, yaitu dimana partisipasi masyarakat diambil dari ruang tingkat paling bawah yakni tingkat perdusunan. dengan dasar inilah apa yang telah direncanakan dapat memberikan kontribusi yang besar buat masyarakat, dimana masyarakat dapat merasakan dan menikmati hasilnya, dan yang terpenting mampu membantu meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat Desa Keudngcangkring. Selain itu, pemerintah desa juga melakukan observasi langsung ke lapangan guna menilai pembangunan yang sesuai. Adapun bentuk yang lainnya partisipasinya dalam rencana pengelolaan dana desa terkait dengan penilaian sesuai kebutuhan masyarakat dapat dilakukan dengan cara menyampaikan aspirasinya melalui organisasi yang ada di Desa. Dalam hal ini BPD dan Kepala dusun berperan membawa aspirasi masyarakat ke tingkat musyawarah desa sehingga menjadi prioritas desa dalam RPJM Desa maupun RKP Desa.

 

2.5  Tahap Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Merujuk pada undang-undang tentang pengelolaan keuangan desa, bahwa selesai pada tahap yang pertama yaitu tahap perencanaan (pengambilan keputusan) masuk pada tahap yang kedua yaitu tahap pelaksanaan. Pelaksanaan untuk mengelola dana desa adalah realisasi dari APBDes, yaitu semua kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan disepakati dalam musyarawarah desa akan diimplementasikan. Tahap pelaksanaan merupakan seluruh rangkaian program dalam melaksanakan APBDes dalam satu tahun anggaran. Terkait aturan pengelolaan dana desa memiliki pegangan seperti yang telah diatur di Permendagri No 113 Tahun 2014 pada bab 2 pasal 2 yang berbunyi bahwa dana desa diolah dengan partisipatif serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran, transparan, akuntabel. Maka, disinilah fungsi masyarakat sebagai faktor terpenting untuk pelaksanaan APBDes. Karena, bagaimanapun masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, pemberdayaan serta menanamkan rasa tanggung jawab atas untuk sesuatu yang telah diputuskan dan dilaksanakan. Maka dari itu, masyarakat harus dilibatkan dalam pelaksanaan pengelolaan dana desa tersebut.

              Merujuk pada hasil pelaksanaan di lapangan, bahwa pada tahap pelaksanaan masyarakat sangat berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada didesa yang memang disahkan dalam APBDes. Kemudian dalam implementasi kegiatan-kegiatan tersebut masyarakat masih memiliki rasa kebersamaan atau gotong royong, dimana masyarakat secara sukarela dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut. Ini tidak lain dan tidak bukan hasilnya pun akan kembali kemasyarakat. Sementara budaya gotong royong. Dalam proses pelaksanaan pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring meskipun dalam segi perencanaan hanya di dominasi oleh perempuan tetapi dalam segi pelaksanaan kontribusi atau partisipasi masyarakat sangat baik dan pemerintah pun melibatkan masyarakat dalam proses tersebut dan bahkan ada yang bersifat swadaya masyarakat yaitu gotong royong, disamping itu dalam keterlibatan pelaksanaan program tersebut, masih ada masyarakat yang belum merasakan atau ikut berpartisipasi terkait program-program yang di tetapkan hal ini dikarenakan karena tidak tahu menau dengan program yang akan dilaksanakan.

              Penjelasan diatas dapat ditarik pokok pembahasan bahwa pemerintah Desa Kedungcangkring dalam proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada di desa sudah mengikutsertakan masyarakat. Namun, pemerintah bisa mengikutsertakan masyarakat agar tidak ada kecemburuan sosial di masyarakat. Sebab, besar tidaknya partisipasi masyarakat sangat menentukan proses pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. Desa membutuhkan adanya partisipasi dari masyarakat. Masyarakat tidak hanya ikut saja dalam tahap perencanaan tetapi juga dalam tahap pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ada. Sehingga, pada tahap pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan target yang di tentukan.

 

2.6  Tahap Pengawasan Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcangkring

              Pemantauan merupakan proses memantau dan melakukan penilaian suatu pelaksanaan program. Pemantauan program-program dalam pengelolaan yang bersumber dari dana desa sangat penting guna sebagai proses untuk melaksanakan program-program yang sudah di tentukan di APBDes apakah sudah sesuai dengan proses yang sudah direncanakan dan meminimalisir penyalahan dana. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 61 menjelaskan dengan tegas bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak untuk memantau/mengawasi dan meminta pernyataan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa.

              Seluruh masyarakat berpartisipasi dalam pemantauan ini, yang juga secara resmi dilakukan oleh BPD. Sebagaimana tertuang dalam pasal 127 PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU Desa, yang menyatakan bahwa masyarakat mengawasi pelaksanaan pembangunan desa yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dan dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat desa, masyarakat lain berhak untuk berpartisipasi dalam proses pemantauan. Dalam proses pemantauan, masyarakat Biluango ikut berpartisipasi baik secara langsung dan juga melalui BPD. Pemerintah secara langsung memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui spanduk. Masyarakat Desa Kedungcangkring ikut serta untuk memantau proses pengelolaan dana desa, karena pada tahap perencanaan, pelaksanaan masyarakat terlibat langsung dalam merealisasikan program-program pembangunan dan pemberdayaan yang ada di Desa Kedungcangkring.

              Pemantauan pengelolaan dana desa, peneliti menarik kesimpulan bahwa pemantauan dalam pengelolaan dana desa masyarakat Desa Kedungcangkring sudah di bilang baik. Hal ini dibuktikan dengan dengan adanya masyarakat yang terlibat langsung dalam proses pembangunan desa. Disi lain juga BPD adalah lembaga yang mempunyai tugas pemantauan yang dapat diharapkan bisa menjalangan fungsinya secara sungguh sungguh yang terpenting dalam penggunaan anggaran yang berasal dari dana desa. Konsisten dengan ini, BPD memiliki perlindungan hukum yang eksplisit berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah. sehingga BPD tidak takut untuk menjalankan mandatnya mengawasi fungsi pemerintah desa dan agar kehadiran sistem check and balance ini akan mencegah penyalahgunaan uang yang tersedia saat ini.

 

2.7  Tahap Evaluasi Pelaksanaan RPJM Desa Kedungcamgkring

              Masuk pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi. Proses evaluasi menghasilkan informasi tingkat keberhasilan program, yang ditunjukkan dengan perbedaan pencapaian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dan manfaat yang telah ditargetkan. Evaluasi sangat penting dilakukan dalam proses pengelolaan dana desa, sehingga dapat mengetahui apakah pemerintah desa sudah mencapai target yang telah direncanakan atau ditentukan. Maka perlu kemudian untuk dilakukan evaluasi secara komprehensif mengenai formulasi, realisasi dan evaluasi program dan pertanggungjawaban yang transparan dan relevan.

              Untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat desa, semua tingkatan masyarakat harus terlibat aktif dalam pengelolaannya. sesuai dengan potensi yang dimiliki desa itu sendiri. Peluang pembangunan yang efektif dan berkelanjutan sangat penting bagi desa, karena mereka dapat secara langsung bermanfaat bagi penduduk desa dan meningkatkan standar hidup, kesejahteraan, dan rasa pemberdayaan mereka. Pada tahap evaluasi ini yaitu dimana pemerintah desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat, Agar masyarakat mengetahui realisasi dalam pengelolaan dana desa.

              Proses evaluasi dalam pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring sudah dilakukan oleh pemerintah desa, pada tahap evaluasi pemerintah sudah melibatkan masyarakat akan tetapi, masyarakat itu sendiri yang tidak bisa hadir di karenakan faktor pekerjaan dan tempat rapat itu sendiri. Namun, dalam transparansi pemerintah desa memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui baliho.

             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti mengemukakan kesimpulan, bahwa dalam pengelolaan dana desa di Desa Kedungcangkring, partisipasi masyarakat sangat ditekankan oleh pemerintah desa. Proses partisipasi ini melibatkan lapisan masyarakat dari berbagai tahap, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Pemerintah desa memberikan ruang bagi gagasan dan saran dari masyarakat, menjadikan proses pengelolaan dana desa bersifat "bottom-up". Meskipun tahap perencanaan melibatkan masyarakat, kurangnya partisipasi kaum lelaki menjadi kendala. Partisipasi masyarakat tidak hanya terbatas pada perencanaan, tetapi juga mencakup pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Masyarakat aktif dalam bergotong royong, memantau pelaksanaan program, dan memberikan masukan terkait APBDes. Pada tahap evaluasi, masyarakat berkontribusi langsung dengan menghadiri rapat musyawarah desa tentang LPJ APBDes dan pemerintah desa juga mensosialisasikan melalui baliho. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan/penghasilan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Pemerintah desa yang terbuka terhadap masukan dan saran dari masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan partisipasi masyarakat, sehingga fokus pada program-program yang benar-benar urgennya dapat diwujudkan.

3.2  Saran

              Makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Diharapkan untuk pembaca mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini mohon kritik dan saran kepada dosen pengampu serta rekan-rekan, agar penyusun bisa memperbaiki kekurangan makalah ini.

DAFTAR REFERENSI

Kurnia. (2018). Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Akuntansi, 1(1), 1–21. https://www.researchgate.net/profile/Muhammad-Arifin-10/publication/

Makelo, A. P. D., & Amane, A. P. O. (2019). PENDAMPINGAN PENYUSUNAN BUKU ADMINISTRASI UMUM DI DESA BALOMBONG. MONSU'ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2).

Mali, Y. A., Uskono, N., & Taus, W. (2019). Koordinasi Pemerintah Desa Dalam Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) (Penelitian di Desa Manumutin Silole Kecamatan Sasitamean Kabupaten Malaka). JIANE: Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 1(1), 56–72. http://jurnal.unimor.ac.id/JIANE/article/view/364 Purbasari, H., D, F.

R., & Habibah, U. (2018). Pendampingan Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) Desa Pada Desa Tangkisan, Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Prosiding The National Conferences Management and Business (NCMAB) 2018, 623–631. http://hdl.handle.net/11617/9989

Roza, Darmini & Arliman S., L. (2017). Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa. Ilmu Hukum PJIH UNPAD, 4, 606–624. https://doi.org/https://doi.org/10.22304/pjih.v4n3.a10

Suprastiyo, A., & Musta’ana, M. (2019). Implementasi Penyusunan Rencana Kerja (RKP) DESA (Studi Di Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro). Jurnal Ilmiah Manajemen Publik Dan Kebijakan Sosial, 2(2), 255–263. https://doi.org/10.25139/jmnegara.v2i2.1359

Wiguna, Y. T., Dewi, R., & Angelia, N. (2017). Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Perencanaan Pembangunan Desa. PERSPEKTIF, 6(2), 41–52. http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Yanti, & Putri, A. A. (2022). Pendampingan Penyusunan Anggaran Rencana Kegiatan Pemerintah Desa Pada Desa Tegalsawah, Karawang Timur , Jawa Barat. Sinar Sang Surya (Jurnal Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat),6(1),http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/sinarsangsurya/article/view/1885/1214

 

ANALISIS IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA DI DESA MAITARA KOTA TIDORE

 

ANALISIS IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA DI DESA MAITARA KOTA TIDORE

 

 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Negara

Dosen Pengampu:

Hendra Sukmana, S.AP., M.KP

 

 



 

Disusun oleh :

Intan Prihartini  (232020100167)

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI HUKUM DAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

JANUARI 2024


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Keuangan Negara.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

 

Sidoarjo, 09 Januari 2024

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1

1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 3

1.3  Tujuan Pembahasan............................................................................................ 3

 

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Desa............................................................................................ 4

2.2  Dana Desa............................................................................................ 5

2.3  Proses Perencanaan Dana Desa............................................................................................ 7

2.4  Implementasi Kebijakan Dana Desa............................................................................................ 8

2.5  Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban.......................................................................................... 10

2.6  Pencapaian Tujuan dan Pengimplementasian.......................................................................................... 10

 

BAB III PENUTUP

3.1.1      Kesimpulan.................................................................................... 12

3.1.2      Saran.................................................................................... 13

 

 

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................ 14

           


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Pembangunan konsep pedesaan adalah pembangunan yang berbasis pedesaan (rural) dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan pedesaan. Masyarakat pedesaan pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan pedesaan yang sangat terkait dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi, serta kelembagaan desa. Masyarakat pedesaan pada umumnya masih menghadapi masalah kemiskinan, serta masih kurangnya ketersediaan dan akses terhadap infrastruktur pelayanan dasar (Barokah, dkk., 2015:1).

Menurut Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa dijelaskan bahwa desa atau desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). pemerintahan Sementara desa itu, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan NKRI. Dengan telah disahkannya Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka desa menjadi prioritas pembangunan yang diawali dengan Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla(Barokah, dkk., 2015:2). Membangun kemandirian desa dalam kerangka “Desa Membangun” harus dan dimulai dari proses perencanaan desa yang baik, diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan (pedesaan) yang efektif bukanlah semata mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan hasil dari penentuan pilihan pilihan prioritas kegiatan. Dalam konteks desa membangun, kewenangan lokal berskala desa telah diatur melalui Permendes PDTT No. 1 Tahun 2015. Untuk melaksanakan kewenangan lokal berskala desa, maka Pemerintah Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat desa (Kessa, 2015:10).

Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa”. Salah satu agenda besarnya adalah mengawal implementasi Undang undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi dan pendampingan. Pendampingan desa itu bukan hanya sekedar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modalitas penting untuk mengawal perubahan desa untuk mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif (Kessa, 2015:4).

Pendapatan desa sebagaimana yang dimuat dalam UU No. 6 tahun 2014 Pasal 71 bersumber dari: a. Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong-royong, dan lain lain pendapatan hasil desa. b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota d. Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat (PP No. 8 Tahun 2016). Dalam pelaksanaan Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa serta penggunaan Dana Desa di wilayah kabupaten/kota sebagaimana yang termuat dalam Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015, Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) No. 49 Tahun 2016, rincian Dana Desa setiap desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan Alokasi Dasar dan Alokasi Formula. Pemerintah kabupaten/kota harus melaksanakan fungsi pembinaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan Dana Desa sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemanfaatannya dan diatur dalam Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015. Pelaporan realisasi penggunaan Dana Desa dilakukan oleh kepala desa kepada bupati/walikota dan bupati/walikota kemudian menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada menteri terkait dengan tembusan tembusan lain telah dimuat dalam PP No. 60 Tahun 2014. Namun, resiko pelanggaran masih sering terjadi akibat minimnya pengawasan dan kemungkinan letak geografis desa yang cukup jauh dari pusat ibukota kabupaten/kota maupun ibukota provinsi. Hal ini terlihat dari penelitian tentang pengelolaan dana desa, yang dilakukan Riyani (2016), menurutnya evaluasi untuk Dana Desa Tahun 2015 termasuk kendala-kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembangunan dan alokasi dana desa seperti kurangnya rasa tanggungjawab antara perangkat desa dalam pengelolaan dana desa, masyarakat yang peduli terhadap pembangunan masih sedikit, dan kurangnya rapat untuk menyampaian informasi alokasi dana desa kepada masyarakat (aparat pemerintah desa agak tertutup).

 

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Maitara Kota Tidore ?

 

1.3  Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Maitara Kota Tidore.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Desa

                 Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2014, Desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

              Desa merupakan suatu pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, sehingga merupakan badan hukum dan menempati wilayah dengan batas-batas tertentu berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya (Nurcholis, 2011:1). Masyarakat desa memiliki ikatan batin yang kuat baik karena keturunan maupun karena sama sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang dimiliki bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu, dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri (Wida, 2016:11).

              Pembentukan desa sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 6 tahun 2014, harus memenuhi syarat:

2.1.1      Batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan.

2.1.2      Jumlah penduduk, yaitu: 1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga; 2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; 3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; 4) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga; 5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga; 6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7) wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga; 8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan 9) wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga.

2.1.3      Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah.

2.1.4      Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa.

2.1.5      Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya ekononomi pendukung.

2.1.6      Batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalan bupati/walikota.

2.1.7      Sarana dan peraturan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik.

2.1.8      Tersedianya wilayah dana operasional, penghasilan tetap dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

2.2  Dana Desa

                 Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2014 mendefenisikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Pengelolaan Dana Desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa. Dana desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib anggaran dan dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2016. Pengelolaan Dana Desa sebesar 10% diperuntukkan untuk operasional pemerintahan desa dan 90% diperuntukkan untuk pembangunan fisik dan non-fisik (pemberdayaan masyarakat) dengan ketentuan non-fisik tidak lebih dari 30%. Dana Desa sebesar 10% digunakan untuk belanja operasional pemerintahan desa yang meliputi:

2.2.1         Musyawarah-musyawarah Desa

2.2.2         Penyusunan dokumen APBDesa

2.2.3         Tunjangan transportasi

2.2.4         Perjalanan dinas

2.2.5         Insentif kegiatan dan kepala dusun

2.2.6         Pembuatan laporan

2.2.7         Papan informasi Desadan alat tulis kantor.

                 Menurut Syachbrani (2012) Dana Desa adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari bagi Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme pencairannya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pemerintah daerah. Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut:

2.2.8         Penanggulangan kemiskinan pengurangan kesenjangan.

2.2.9         Peningkatan perencanaan dan penganggaran pembangunan di Tingkat desa dan pemberdayaan Masyarakat.

2.2.10      Peningkatan infrastruktur pedesaan.

2.2.11      Peningkatan pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.

2.2.12      Meningkatkan pendapatan melalui BUM Desa.

 

2.3  Proses Perencanaan Dana Desa

              Proses perencanaan alokasi dana desa biasanya melibatkan beberapa tahapan penting. Berikut adalah langkah-langkah umum yang dapat dilakukan dalam proses tersebut:

2.3.1      Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes): Tahap pertama adalah menyusun RKPDes yang mencakup program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah desa dalam satu tahun anggaran. RKPDes harus didasarkan pada kebutuhan dan prioritas pembangunan desa serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.2      Identifikasi Kebutuhan dan Prioritas: Pada tahap ini, dilakukan identifikasi kebutuhan dan prioritas pembangunan desa. Hal ini dapat meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan sektor lainnya. Banyak desa juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses identifikasi ini, seperti melalui musyawarah desa atau pertemuan dengan warga.

2.3.3      Penyusunan Rencana Alokasi Dana Desa (RADD): Setelah kebutuhan dan prioritas teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menyusun RADD. RADD merinci alokasi dana desa untuk setiap program dan kegiatan yang tercantum dalam RKPDes. Alokasi dana desa harus mempertimbangkan prioritas pembangunan desa, ketersediaan anggaran, dan ketentuan peraturan yang mengatur penggunaan dana desa.

2.3.4      Penyusunan Anggaran: Setelah RADD disusun, dilakukan penyusunan anggaran desa. Anggaran desa memuat rincian penggunaan dana desa untuk setiap program dan kegiatan, termasuk estimasi biaya yang diperlukan. Pada tahap ini, juga perlu memperhatikan sumber-sumber pendapatan desa lainnya, seperti pendapatan asli desa dan dana perimbangan dari pemerintah pusat atau daerah.

2.3.5      Pembahasan dan Persetujuan: RKPDes, RADD, dan anggaran desa kemudian dibahas dalam musyawarah desa atau forum lainnya yang melibatkan pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan masyarakat. Pada tahap ini, dilakukan diskusi, penyesuaian, dan persetujuan terhadap rencana alokasi dana desa.

2.3.6      Penyampaian Rencana Alokasi Dana Desa: RADD yang telah disetujui kemudian disampaikan ke pemerintah kabupaten atau kota sebagai acuan dalam proses pencairan dana desa. Pemerintah kabupaten atau kota bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menyetujui RADD serta mengalokasikan dana desa sesuai dengan rencana yang telah disusun.

              Setelah tahapan-tahapan tersebut selesai, dana desa dapat dialokasikan dan digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pembangunan desa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Penting untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan ini agar kebutuhan dan aspirasi warga desa dapat tercermin dengan baik dalam alokasi dana desa.

 

2.4  Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Maitara

                 Penggunaan dana desa sesuai Permendes PDTT No. 5/2015 adalah kebijakan yang berasal dari (buttom up) bawah ke atas. Indikator penggunaan dana desa secara prosedur dilakukan dengan menentukan penggunnaan musyawarah dana desa prioritras desa melalui selanjutnya mengintegrasikan RPJMDes dan RKPDes yang dituangkan dalam priotitas belanja desa atau APBDes kemudian diterbitkan peraturan desa oleh Pemerintah Desa Maitara Selatan.

              Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Van horm dkk (2014 : 17) tentang pengertian implementasi penulis melakukan fokus penelitian pada proses perencanaan,pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.

              Proses Perencanaan Dana Desa dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Maitara yang merupakan salah satu dari tim penyusun peraturan tentang penggunaan dana desa. Sedangkan untuk peraturan mengenai persyaratan – persyaratan untuk pencairan dana desa diantaranya adalah laporan realisasi tahun lalu, peraturan desa persyaratan tersebut terpenuhi oleh desa maka uang dari RKUD akan langsung masuk ke rekening kas desa kemudian ada proses yang namanya musyawarah desa untuk menentukan uang ini untuk di apakan,di dalamnya MUSDES ini ada mekamisnya sendiri,di desa itu ada 3 dokumen yaitu RPJMDesa (rencana pembangunan jangka menengah desa)dibuat oleh kepala desa dalam jangka waktu 6 tahunan. RKP (rencana kinerja pemerintah desa) yang disusun tiap tahun yaitu nersi penjabaran dari RPJMDesa, setelah itu RPJMDesa dan RKP ini menjadi acuan dalam penyusunan APBDes yang dikerjakan tiap tahun berjalan. Lalu untuk pencairan dana desa (DD) , masing – masing desa harus membuat dokumen penting yaitu RPJMDes, RKPBDes (rencana kinerja pemerintahan desa),dan APBDes. Ketiga dokumen tersebut harus disusun dalam forum musyawarah desa dan tidak boleh dibuat secara sepihak. Berdasarkan wawancara diatas, penulis meneliti tentang kerengkapan ketiga dokumnen yang dimiliki oleh desa Maitara Selatan. Semua APBDes diolah alat yang namanya SIMKUDA (Sistemn Manajemen Keuangan Desa) yaitu suatu aplikasi yang diberikan kepada desa yang selalu di update bahkan sebanyak 2 – 3 kali setiap tahun. Disitu sudah ada secara detail untuk apa saja uangnya akan digunakan, terkadang ada juga yang dicantumkan secara ditetapkan, tapi belanjanya terserah desa yang akan dibagi sesuai dengan jumlah jama’ah pengajian yang ada didesa secara adil. Jika pengisian anggaran di SIMKUDA sudah balance nanti di print, di bijaki BPD.

 

 

 

 

2.5  Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Kegiatan Dana Desa

                 Pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mengukur sebuah tujuan, kegiatan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Suatu desa harus membentuk TPK (Tim Pengelola Kegiatan) yang terdiri dfari 3 unsur yaitu perangkat desa, BPD dan tokoh masyasrakat. Tim tersebut berfungsi sebgai pelaksanaan kegiatan baik secara fisik (pembangunan) maupun non fisik (pemberdayaan). TPK secara resmi diangkat dan diterbitkan SK oleh Kepala Desa, setiap SK hanya berlaku untuk satu kegiatan sedangkan jika ada kegiatan lain maka harus membentuk TPK lagi. Yang selanjutnya diterbitkan SK oleh kepala desa.

              Kegiatan dana desa tahun 2018 sudah dilaksanakan 100% tetapi pelaksanakan dana desa 2019 belum selesai 100% Dari segi pelaporan kegiatan, seluruh laporan dana desa di Maitara Tengah mulai tahun 2018 sampai 2019 dinyatakan cukup lengkap tidak ada yang tertinggal, bahkan ketika penulis mencoba meminta laporan pelaksanaan APBDesa beliau langsung menyediakan laporan tahun 2018 padahal jika dilihat dari kegiatan wawancara tersebut dibulan November awal tetapi laporan pertanggung jawaban untuk tahun 2018 sudah jadi.

 

2.6  Pencapaian Tujuan dan Pengimpelemtasian Dana Desa di Desa Maitara

              Indikator untuk mengukur tercapainya tujuan adalah terserapnya seluruh anggaran dana desa tahun 2018 dan 2019 untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan yang penggunaanya mengacu pada hasil Musdes yang telah di sesuaikan dengan peraturan walikota tentang penggunaan Pengukuran dari segi dana dilihat desa. dari perubahan fisik pada fasilitas desa, sedangkan pemberdayaan dilihat dari eksistensi lembaga desa dalam kegiatan kemasyarakatan (seperti PKK, Posyandu dan lain - lain).

                 Implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara tidak berjalan sesuai prioritas penggunaannya yang telah diatur dalam Permendes PDTT No. 5/2015. Pemerintah Desa Maitara hanya merealisasikan prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan sedangkan prioritas penggunaan dana desa untuk pemberdayaan Masyarakat tidak terealisasi. Dengan demikian dapat dibuktikan secara formal dalam laporan realisasi secara formal dalam laporan realisasi penggunaan dana desa.

             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara sudah berjalan tetapi pennggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan yang telah ditetapkan tentang prioritas penggunaan dana desa. Hal ini terlihat dari pelaksanaan musyawarah desa yang dilaksanakan pemerintah desa dengan BPD atau unsur masyarakat yang mewakili untuk mennetukan kebijakn – kebijakan strategis yang di tuangkan dalam RKPDes dan APBDes setiap tahunnya tidak berjalan efektif. Hal ini di karenakan kepala desa selaku kuasa pengguna anggaran menutup informasi yang berkaitan dengan dana desa serta penggunaannya dan menggunakan wewenangnya secara penuh dalam menentukan prioritas belanja desa secara sepihak yang dibantu oleh aparat desa.

Dampak implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara, yaitu :

3.1.1         Tidak siapnya SDM yang ada di desa untuk menjalankan implementasi kebijakan dana desa ini berdampak terhadap tata kelola pemerintah desa.

3.1.2         Rendahnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan desa sehingga rawan penyalahgunaan anggaran oleh apparat desa yang tidak melakukan ketentuan sesuai perundanng – undangan.

3.1.3         Implementasi kebijakan dana desa tidak dikawal dengan baik,maka masyarakat desa berpotensi tetap menjadi second society sepanjang sejarah . Artinya masyarakat hanya menjadi objek pembangunan bukan subjek pembangunan.

3.1.4         Kucuran dana desa, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah , jika aparatur desa tidak diberdayakan dan diasistensi secara ketat dalam mengelola anggaran , mulai dari perencanaan ,pelaksanaan, pelaporan, hingga evaluasi.

Faktor – Faktor yang meyebabkan implementasi kebijakan dana desa tidak berjalan dengan baik, yaitu :

3.1.5         Tidak adanya komunikasi dan sosialisasi terhadap masyarakat desa terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

3.1.6         Sumber daya manusia yang ada di desa terbatas dan kapasitasnya belum memadai, baik masyarakat maupun apparat desa.

3.1.7         Diaposisi atau perilakupelaksana kebijakan yang terturtup dan tidak transparan dalam mengelola anggaran desa.

3.1.8         Struktur birokrasi atau kerja sama yang berjalan antara pemerintah desa dengan BPD tidak berjalan baik.

 

3.2  Saran

 

Makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Diharapkan untuk pembaca mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini mohon kritik dan saran kepada dosen pengampu serta rekan-rekan, agar penyusun bisa memperbaiki kekurangan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR REFERENSI

Abidin. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Badan Usaha Milik Daerah Di Provinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang.

Azwar. 1988. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Liberty: Yogyakarta.

Barokah, Utami, Karmaji, Sugiarto, Suchaini, Widyaningsih, Hurcahyo, Rahmtama dan Abduh. 2015. Indeks Pembangunan Desa 2014.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Halaman 1 dan 2.

Djaali, dkk. 2000. Pengukuran Dalam Pendidikan. Jakarta. Halaman 173. Kessa. 2015. Perencanaan Pembangunan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Daerah Transmigrasi Republik Indonesia, Halaman 4 dan 10.

Matondang. 2009. Reliabilitas Validitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal Tabularasa PPS Unimed. Vol 6 No. 1. Medan. Halaman 91-95.

Muntahanah, S., dkk.2013. Efektivitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Somagede Kabupaten Bayumas. Jurnal. Purwokwrto. Halaman 4. Republik Indonesia. 2014. Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

 

ARTIKEL TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA     MAKALAH Disusun  u ntuk  m emenuhi  t ugas  m ata  k uliah   Kepemimpinan Dalam S...