ANALISIS
IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA DI DESA MAITARA KOTA TIDORE
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan
Negara
Dosen
Pengampu:
Hendra Sukmana, S.AP., M.KP
Disusun oleh :
Intan Prihartini (232020100167)
FAKULTAS EKONOMI HUKUM
DAN SOSIAL
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SIDOARJO
JANUARI 2024
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Pertama-tama
dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan
kepada :
1. Dr.
H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2. Poppy
Febriana, S.Sos., M.Med.Kom
selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.
3. Ilmi
Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi
Publik.
4.
Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Keuangan
Negara.
Mudah-mudahan makalah ini memberikan
manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan
mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang
membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
Sidoarjo, 09 Januari 2024
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah............................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................................ 3
1.3 Tujuan
Pembahasan............................................................................................ 3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Desa............................................................................................ 4
2.2 Dana
Desa............................................................................................ 5
2.3 Proses
Perencanaan Dana Desa............................................................................................ 7
2.4 Implementasi
Kebijakan Dana Desa............................................................................................ 8
2.5 Pelaksanaan
dan Pertanggungjawaban.......................................................................................... 10
2.6 Pencapaian
Tujuan dan Pengimplementasian.......................................................................................... 10
BAB
III PENUTUP
3.1.1
Kesimpulan.................................................................................... 12
3.1.2
Saran.................................................................................... 13
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan konsep pedesaan adalah pembangunan yang
berbasis pedesaan (rural) dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya
masyarakat yang tinggal di kawasan pedesaan. Masyarakat pedesaan pada umumnya
masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan pedesaan yang sangat
terkait dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi,
serta kelembagaan desa. Masyarakat pedesaan pada umumnya masih menghadapi
masalah kemiskinan, serta masih kurangnya ketersediaan dan akses terhadap
infrastruktur pelayanan dasar (Barokah, dkk., 2015:1).
Menurut Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa
dijelaskan bahwa desa atau desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). pemerintahan Sementara
desa itu, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan NKRI. Dengan telah disahkannya Undang-undang
No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka desa menjadi prioritas pembangunan yang
diawali dengan Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla(Barokah, dkk., 2015:2). Membangun kemandirian desa dalam
kerangka “Desa Membangun” harus dan dimulai dari proses perencanaan desa yang
baik, diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan (pedesaan)
yang efektif bukanlah semata mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan
hasil dari penentuan pilihan pilihan prioritas kegiatan. Dalam konteks desa
membangun, kewenangan lokal berskala desa telah diatur melalui Permendes PDTT
No. 1 Tahun 2015. Untuk melaksanakan kewenangan lokal berskala desa, maka
Pemerintah Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan seluruh
komponen masyarakat desa (Kessa, 2015:10).
Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah dan desa”. Salah satu agenda besarnya adalah mengawal
implementasi Undang undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa secara sistematis,
konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi dan pendampingan.
Pendampingan desa itu bukan hanya sekedar menjalankan amanat UU Desa, tetapi
juga modalitas penting untuk mengawal perubahan desa untuk mewujudkan desa yang
mandiri dan inovatif (Kessa, 2015:4).
Pendapatan desa sebagaimana yang dimuat dalam UU No. 6
tahun 2014 Pasal 71 bersumber dari: a. Pendapatan asli desa terdiri atas hasil
usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong-royong, dan lain lain
pendapatan hasil desa. b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c.
Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota d. Dana Desa
yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. e.
Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Dana desa
adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat (PP No. 8 Tahun 2016). Dalam pelaksanaan Kewenangan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa serta penggunaan Dana Desa di
wilayah kabupaten/kota sebagaimana yang termuat dalam Permendes PDTT No. 21
Tahun 2015, Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan
kegiatan berskala lokal Desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
(PMK) No. 49 Tahun 2016, rincian Dana Desa setiap desa dialokasikan secara
merata dan berkeadilan berdasarkan Alokasi Dasar dan Alokasi Formula.
Pemerintah kabupaten/kota harus melaksanakan fungsi pembinaan, monitoring,
pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan Dana Desa sejak proses perencanaan,
pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemanfaatannya dan diatur dalam Permendes
PDTT No. 21 Tahun 2015. Pelaporan realisasi penggunaan Dana Desa dilakukan oleh
kepala desa kepada bupati/walikota dan bupati/walikota kemudian menyampaikan
laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada
menteri terkait dengan tembusan tembusan lain telah dimuat dalam PP No. 60
Tahun 2014. Namun, resiko pelanggaran masih sering terjadi akibat minimnya
pengawasan dan kemungkinan letak geografis desa yang cukup jauh dari pusat
ibukota kabupaten/kota maupun ibukota provinsi. Hal ini terlihat dari
penelitian tentang pengelolaan dana desa, yang dilakukan Riyani (2016),
menurutnya evaluasi untuk Dana Desa Tahun 2015 termasuk kendala-kendala yang
dihadapi saat pelaksanaan pembangunan dan alokasi dana desa seperti kurangnya
rasa tanggungjawab antara perangkat desa dalam pengelolaan dana desa,
masyarakat yang peduli terhadap pembangunan masih sedikit, dan kurangnya rapat
untuk menyampaian informasi alokasi dana desa kepada masyarakat (aparat
pemerintah desa agak tertutup).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa
di Desa Maitara Kota Tidore ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi
Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Maitara Kota Tidore.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Desa
Menurut
Undang-undang Nomor 6 tahun 2014, Desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa
merupakan suatu pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, sehingga merupakan
badan hukum dan menempati wilayah dengan batas-batas tertentu berhak mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya (Nurcholis,
2011:1). Masyarakat desa memiliki ikatan batin yang kuat baik karena keturunan
maupun karena sama sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan
keamanan, memiliki susunan pengurus yang dimiliki bersama, memiliki kekayaan
dalam jumlah tertentu, dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri
(Wida, 2016:11).
Pembentukan
desa sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 6 tahun 2014, harus memenuhi syarat:
2.1.1
Batas usia desa induk paling sedikit 5
(lima) tahun terhitung sejak pembentukan.
2.1.2
Jumlah penduduk, yaitu: 1) wilayah Jawa
paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala
keluarga; 2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000
(seribu) kepala keluarga; 3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu)
jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; 4) wilayah Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus)
kepala keluarga; 5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu
lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga; 6) wilayah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan
paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7)
wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus)
kepala keluarga; 8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara
paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan 9)
wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100
(seratus) kepala keluarga.
2.1.3
Wilayah kerja yang memiliki akses
transportasi antar wilayah.
2.1.4
Sosial budaya yang dapat menciptakan
kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa.
2.1.5
Memiliki potensi yang meliputi sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sumber daya ekononomi pendukung.
2.1.6
Batas wilayah desa yang dinyatakan dalam
bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalan bupati/walikota.
2.1.7
Sarana dan peraturan prasarana bagi
pemerintahan desa dan pelayanan publik.
2.1.8
Tersedianya wilayah dana operasional,
penghasilan tetap dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
2.2 Dana
Desa
Peraturan
Pemerintah No. 60 tahun 2014 mendefenisikan dana desa sebagai dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Pengelolaan Dana Desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan
keuangan desa dalam APBDesa. Dana desa dikelola berdasarkan azas-azas
transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib anggaran dan
dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai 1 Januari sampai 31
Desember 2016. Pengelolaan Dana Desa sebesar 10% diperuntukkan untuk
operasional pemerintahan desa dan 90% diperuntukkan untuk pembangunan fisik dan
non-fisik (pemberdayaan masyarakat) dengan ketentuan non-fisik tidak lebih dari
30%. Dana Desa sebesar 10% digunakan untuk belanja operasional pemerintahan
desa yang meliputi:
2.2.1
Musyawarah-musyawarah Desa
2.2.2
Penyusunan dokumen APBDesa
2.2.3
Tunjangan transportasi
2.2.4
Perjalanan dinas
2.2.5
Insentif kegiatan dan kepala dusun
2.2.6
Pembuatan laporan
2.2.7
Papan informasi Desadan alat tulis kantor.
Menurut
Syachbrani (2012) Dana Desa adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari
bagi Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota
dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme pencairannya
dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
pemerintah daerah. Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut:
2.2.8
Penanggulangan kemiskinan pengurangan
kesenjangan.
2.2.9
Peningkatan perencanaan dan penganggaran
pembangunan di Tingkat desa dan pemberdayaan Masyarakat.
2.2.10 Peningkatan
infrastruktur pedesaan.
2.2.11 Peningkatan
pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan
peningkatan sosial.
2.2.12 Meningkatkan
pendapatan melalui BUM Desa.
2.3 Proses
Perencanaan Dana Desa
Proses
perencanaan alokasi dana desa biasanya melibatkan beberapa tahapan penting.
Berikut adalah langkah-langkah umum yang dapat dilakukan dalam proses tersebut:
2.3.1
Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKPDes): Tahap pertama adalah menyusun RKPDes yang mencakup program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah desa dalam satu tahun anggaran.
RKPDes harus didasarkan pada kebutuhan dan prioritas pembangunan desa serta
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.2
Identifikasi Kebutuhan dan Prioritas: Pada
tahap ini, dilakukan identifikasi kebutuhan dan prioritas pembangunan desa. Hal
ini dapat meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan sektor
lainnya. Banyak desa juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses
identifikasi ini, seperti melalui musyawarah desa atau pertemuan dengan warga.
2.3.3
Penyusunan Rencana Alokasi Dana Desa
(RADD): Setelah kebutuhan dan prioritas teridentifikasi, langkah berikutnya
adalah menyusun RADD. RADD merinci alokasi dana desa untuk setiap program dan
kegiatan yang tercantum dalam RKPDes. Alokasi dana desa harus mempertimbangkan
prioritas pembangunan desa, ketersediaan anggaran, dan ketentuan peraturan yang
mengatur penggunaan dana desa.
2.3.4
Penyusunan Anggaran: Setelah RADD disusun,
dilakukan penyusunan anggaran desa. Anggaran desa memuat rincian penggunaan
dana desa untuk setiap program dan kegiatan, termasuk estimasi biaya yang
diperlukan. Pada tahap ini, juga perlu memperhatikan sumber-sumber pendapatan
desa lainnya, seperti pendapatan asli desa dan dana perimbangan dari pemerintah
pusat atau daerah.
2.3.5
Pembahasan dan Persetujuan: RKPDes, RADD,
dan anggaran desa kemudian dibahas dalam musyawarah desa atau forum lainnya
yang melibatkan pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan
masyarakat. Pada tahap ini, dilakukan diskusi, penyesuaian, dan persetujuan
terhadap rencana alokasi dana desa.
2.3.6
Penyampaian Rencana Alokasi Dana Desa:
RADD yang telah disetujui kemudian disampaikan ke pemerintah kabupaten atau
kota sebagai acuan dalam proses pencairan dana desa. Pemerintah kabupaten atau
kota bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menyetujui RADD serta
mengalokasikan dana desa sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Setelah
tahapan-tahapan tersebut selesai, dana desa dapat dialokasikan dan digunakan
untuk melaksanakan program dan kegiatan pembangunan desa sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Penting untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam
proses perencanaan ini agar kebutuhan dan aspirasi warga desa dapat tercermin
dengan baik dalam alokasi dana desa.
2.4 Implementasi
Kebijakan Dana Desa di Desa Maitara
Penggunaan
dana desa sesuai Permendes PDTT No. 5/2015 adalah kebijakan yang berasal dari
(buttom up) bawah ke atas. Indikator penggunaan dana desa secara prosedur
dilakukan dengan menentukan penggunnaan musyawarah dana desa prioritras desa
melalui selanjutnya mengintegrasikan RPJMDes dan RKPDes yang dituangkan dalam
priotitas belanja desa atau APBDes kemudian diterbitkan peraturan desa oleh
Pemerintah Desa Maitara Selatan.
Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Van horm dkk (2014 : 17) tentang pengertian
implementasi penulis melakukan fokus penelitian pada proses
perencanaan,pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Proses
Perencanaan Dana Desa dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa Maitara yang merupakan salah satu dari tim penyusun peraturan
tentang penggunaan dana desa. Sedangkan untuk peraturan mengenai persyaratan –
persyaratan untuk pencairan dana desa diantaranya adalah laporan realisasi
tahun lalu, peraturan desa persyaratan tersebut terpenuhi oleh desa maka uang
dari RKUD akan langsung masuk ke rekening kas desa kemudian ada proses yang
namanya musyawarah desa untuk menentukan uang ini untuk di apakan,di dalamnya
MUSDES ini ada mekamisnya sendiri,di desa itu ada 3 dokumen yaitu RPJMDesa
(rencana pembangunan jangka menengah desa)dibuat oleh kepala desa dalam jangka
waktu 6 tahunan. RKP (rencana kinerja pemerintah desa) yang disusun tiap tahun
yaitu nersi penjabaran dari RPJMDesa, setelah itu RPJMDesa dan RKP ini menjadi
acuan dalam penyusunan APBDes yang dikerjakan tiap tahun berjalan. Lalu untuk
pencairan dana desa (DD) , masing – masing desa harus membuat dokumen penting
yaitu RPJMDes, RKPBDes (rencana kinerja pemerintahan desa),dan APBDes. Ketiga
dokumen tersebut harus disusun dalam forum musyawarah desa dan tidak boleh
dibuat secara sepihak. Berdasarkan wawancara diatas, penulis meneliti tentang
kerengkapan ketiga dokumnen yang dimiliki oleh desa Maitara Selatan. Semua
APBDes diolah alat yang namanya SIMKUDA (Sistemn Manajemen Keuangan Desa) yaitu
suatu aplikasi yang diberikan kepada desa yang selalu di update bahkan sebanyak
2 – 3 kali setiap tahun. Disitu sudah ada secara detail untuk apa saja uangnya
akan digunakan, terkadang ada juga yang dicantumkan secara ditetapkan, tapi
belanjanya terserah desa yang akan dibagi sesuai dengan jumlah jama’ah
pengajian yang ada didesa secara adil. Jika pengisian anggaran di SIMKUDA sudah
balance nanti di print, di bijaki BPD.
2.5 Pelaksanaan
dan Pertanggungjawaban Kegiatan Dana Desa
Pelaksanaan
kegiatan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mengukur sebuah tujuan,
kegiatan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
Suatu desa harus membentuk TPK (Tim Pengelola Kegiatan) yang terdiri dfari 3
unsur yaitu perangkat desa, BPD dan tokoh masyasrakat. Tim tersebut berfungsi
sebgai pelaksanaan kegiatan baik secara fisik (pembangunan) maupun non fisik
(pemberdayaan). TPK secara resmi diangkat dan diterbitkan SK oleh Kepala Desa,
setiap SK hanya berlaku untuk satu kegiatan sedangkan jika ada kegiatan lain
maka harus membentuk TPK lagi. Yang selanjutnya diterbitkan SK oleh kepala
desa.
Kegiatan
dana desa tahun 2018 sudah dilaksanakan 100% tetapi pelaksanakan dana desa 2019
belum selesai 100% Dari segi pelaporan kegiatan, seluruh laporan dana desa di
Maitara Tengah mulai tahun 2018 sampai 2019 dinyatakan cukup lengkap tidak ada
yang tertinggal, bahkan ketika penulis mencoba meminta laporan pelaksanaan
APBDesa beliau langsung menyediakan laporan tahun 2018 padahal jika dilihat
dari kegiatan wawancara tersebut dibulan November awal tetapi laporan
pertanggung jawaban untuk tahun 2018 sudah jadi.
2.6 Pencapaian
Tujuan dan Pengimpelemtasian Dana Desa di Desa Maitara
Indikator
untuk mengukur tercapainya tujuan adalah terserapnya seluruh anggaran dana desa
tahun 2018 dan 2019 untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan yang
penggunaanya mengacu pada hasil Musdes yang telah di sesuaikan dengan peraturan
walikota tentang penggunaan Pengukuran dari segi dana dilihat desa. dari
perubahan fisik pada fasilitas desa, sedangkan pemberdayaan dilihat dari
eksistensi lembaga desa dalam kegiatan kemasyarakatan (seperti PKK, Posyandu
dan lain - lain).
Implementasi
kebijakan dana desa di Desa Maitara tidak berjalan sesuai prioritas
penggunaannya yang telah diatur dalam Permendes PDTT No. 5/2015. Pemerintah
Desa Maitara hanya merealisasikan prioritas penggunaan dana desa untuk
pembangunan sedangkan prioritas penggunaan dana desa untuk pemberdayaan
Masyarakat tidak terealisasi. Dengan demikian dapat dibuktikan secara formal
dalam laporan realisasi secara formal dalam laporan realisasi penggunaan dana
desa.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Implementasi
kebijakan dana desa di Desa Maitara sudah berjalan tetapi pennggunaannya tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan yang telah ditetapkan tentang prioritas
penggunaan dana desa. Hal ini terlihat dari pelaksanaan musyawarah desa yang
dilaksanakan pemerintah desa dengan BPD atau unsur masyarakat yang mewakili
untuk mennetukan kebijakn – kebijakan strategis yang di tuangkan dalam RKPDes
dan APBDes setiap tahunnya tidak berjalan efektif. Hal ini di karenakan kepala
desa selaku kuasa pengguna anggaran menutup informasi yang berkaitan dengan
dana desa serta penggunaannya dan menggunakan wewenangnya secara penuh dalam
menentukan prioritas belanja desa secara sepihak yang dibantu oleh aparat desa.
Dampak
implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara, yaitu :
3.1.1
Tidak
siapnya SDM yang ada di desa untuk menjalankan implementasi kebijakan dana desa
ini berdampak terhadap tata kelola pemerintah desa.
3.1.2
Rendahnya
partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan desa sehingga rawan
penyalahgunaan anggaran oleh apparat desa yang tidak melakukan ketentuan sesuai
perundanng – undangan.
3.1.3
Implementasi
kebijakan dana desa tidak dikawal dengan baik,maka masyarakat desa berpotensi
tetap menjadi second society sepanjang sejarah . Artinya masyarakat hanya
menjadi objek pembangunan bukan subjek pembangunan.
3.1.4
Kucuran
dana desa, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah , jika aparatur desa
tidak diberdayakan dan diasistensi secara ketat dalam mengelola anggaran ,
mulai dari perencanaan ,pelaksanaan, pelaporan, hingga evaluasi.
Faktor – Faktor yang meyebabkan implementasi kebijakan dana desa
tidak berjalan dengan baik, yaitu :
3.1.5
Tidak
adanya komunikasi dan sosialisasi terhadap masyarakat desa terhadap
penyelenggaraan pemerintahan.
3.1.6
Sumber
daya manusia yang ada di desa terbatas dan kapasitasnya belum memadai, baik
masyarakat maupun apparat desa.
3.1.7
Diaposisi
atau perilakupelaksana kebijakan yang terturtup dan tidak transparan dalam
mengelola anggaran desa.
3.1.8
Struktur
birokrasi atau kerja sama yang berjalan antara pemerintah desa dengan BPD tidak
berjalan baik.
3.2 Saran
Makalah
ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Diharapkan untuk pembaca
mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah
ini mohon kritik dan saran kepada dosen pengampu serta rekan-rekan, agar
penyusun bisa memperbaiki kekurangan makalah ini.
DAFTAR
REFERENSI
Abidin. 2002.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Badan Usaha Milik Daerah
Di Provinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang.
Azwar. 1988.
Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Liberty: Yogyakarta.
Barokah, Utami,
Karmaji, Sugiarto, Suchaini, Widyaningsih, Hurcahyo, Rahmtama dan Abduh. 2015.
Indeks Pembangunan Desa 2014.
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Jakarta. Halaman 1 dan 2.
Djaali, dkk.
2000. Pengukuran Dalam Pendidikan. Jakarta. Halaman 173. Kessa. 2015.
Perencanaan Pembangunan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan
Daerah Transmigrasi Republik Indonesia, Halaman 4 dan 10.
Matondang. 2009.
Reliabilitas Validitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal Tabularasa PPS
Unimed. Vol 6 No. 1. Medan. Halaman 91-95.
Muntahanah, S.,
dkk.2013. Efektivitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan
Somagede Kabupaten Bayumas. Jurnal. Purwokwrto. Halaman 4. Republik Indonesia.
2014. Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar