Minggu, 14 Januari 2024

ANALISIS IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA DI DESA MAITARA KOTA TIDORE

 

ANALISIS IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA DI DESA MAITARA KOTA TIDORE

 

 

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Negara

Dosen Pengampu:

Hendra Sukmana, S.AP., M.KP

 

 



 

Disusun oleh :

Intan Prihartini  (232020100167)

 

 

 

 

FAKULTAS EKONOMI HUKUM DAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

JANUARI 2024


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama dipanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terimakasih ditujukan kepada :

1.     Dr. H. Hidayatulloh, M.Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

2.     Poppy Febriana, S.Sos., M.Med.Kom selaku Dekan Fakultas Ekonomi Hukum dan Sosial.

3.     Ilmi Usrotin Choiriyah, M.AP selaku Ketua Prodi Administrasi Publik.

4.     Hendra Sukmana, S.AP., M.KP juga selaku dosen pengampu mata kuliah Keuangan Negara.

 

Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan maka dari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

 

 

Sidoarjo, 09 Januari 2024

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1

1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 3

1.3  Tujuan Pembahasan............................................................................................ 3

 

BAB II PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Desa............................................................................................ 4

2.2  Dana Desa............................................................................................ 5

2.3  Proses Perencanaan Dana Desa............................................................................................ 7

2.4  Implementasi Kebijakan Dana Desa............................................................................................ 8

2.5  Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban.......................................................................................... 10

2.6  Pencapaian Tujuan dan Pengimplementasian.......................................................................................... 10

 

BAB III PENUTUP

3.1.1      Kesimpulan.................................................................................... 12

3.1.2      Saran.................................................................................... 13

 

 

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................................ 14

           


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Pembangunan konsep pedesaan adalah pembangunan yang berbasis pedesaan (rural) dengan memperhatikan ciri khas sosial dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan pedesaan. Masyarakat pedesaan pada umumnya masih memiliki dan melestarikan kearifan lokal kawasan pedesaan yang sangat terkait dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis, struktur demografi, serta kelembagaan desa. Masyarakat pedesaan pada umumnya masih menghadapi masalah kemiskinan, serta masih kurangnya ketersediaan dan akses terhadap infrastruktur pelayanan dasar (Barokah, dkk., 2015:1).

Menurut Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa dijelaskan bahwa desa atau desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). pemerintahan Sementara desa itu, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan NKRI. Dengan telah disahkannya Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, maka desa menjadi prioritas pembangunan yang diawali dengan Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla(Barokah, dkk., 2015:2). Membangun kemandirian desa dalam kerangka “Desa Membangun” harus dan dimulai dari proses perencanaan desa yang baik, diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan (pedesaan) yang efektif bukanlah semata mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan hasil dari penentuan pilihan pilihan prioritas kegiatan. Dalam konteks desa membangun, kewenangan lokal berskala desa telah diatur melalui Permendes PDTT No. 1 Tahun 2015. Untuk melaksanakan kewenangan lokal berskala desa, maka Pemerintah Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat desa (Kessa, 2015:10).

Nawacita ke-tiga Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa”. Salah satu agenda besarnya adalah mengawal implementasi Undang undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan fasilitasi, supervisi dan pendampingan. Pendampingan desa itu bukan hanya sekedar menjalankan amanat UU Desa, tetapi juga modalitas penting untuk mengawal perubahan desa untuk mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif (Kessa, 2015:4).

Pendapatan desa sebagaimana yang dimuat dalam UU No. 6 tahun 2014 Pasal 71 bersumber dari: a. Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong-royong, dan lain lain pendapatan hasil desa. b. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota d. Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat (PP No. 8 Tahun 2016). Dalam pelaksanaan Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa serta penggunaan Dana Desa di wilayah kabupaten/kota sebagaimana yang termuat dalam Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015, Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) No. 49 Tahun 2016, rincian Dana Desa setiap desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan Alokasi Dasar dan Alokasi Formula. Pemerintah kabupaten/kota harus melaksanakan fungsi pembinaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan Dana Desa sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemanfaatannya dan diatur dalam Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015. Pelaporan realisasi penggunaan Dana Desa dilakukan oleh kepala desa kepada bupati/walikota dan bupati/walikota kemudian menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada menteri terkait dengan tembusan tembusan lain telah dimuat dalam PP No. 60 Tahun 2014. Namun, resiko pelanggaran masih sering terjadi akibat minimnya pengawasan dan kemungkinan letak geografis desa yang cukup jauh dari pusat ibukota kabupaten/kota maupun ibukota provinsi. Hal ini terlihat dari penelitian tentang pengelolaan dana desa, yang dilakukan Riyani (2016), menurutnya evaluasi untuk Dana Desa Tahun 2015 termasuk kendala-kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembangunan dan alokasi dana desa seperti kurangnya rasa tanggungjawab antara perangkat desa dalam pengelolaan dana desa, masyarakat yang peduli terhadap pembangunan masih sedikit, dan kurangnya rapat untuk menyampaian informasi alokasi dana desa kepada masyarakat (aparat pemerintah desa agak tertutup).

 

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Maitara Kota Tidore ?

 

1.3  Tujuan Pembahasan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Maitara Kota Tidore.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Desa

                 Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2014, Desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

              Desa merupakan suatu pemerintahan yang diberi hak otonomi adat, sehingga merupakan badan hukum dan menempati wilayah dengan batas-batas tertentu berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya (Nurcholis, 2011:1). Masyarakat desa memiliki ikatan batin yang kuat baik karena keturunan maupun karena sama sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang dimiliki bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu, dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri (Wida, 2016:11).

              Pembentukan desa sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 6 tahun 2014, harus memenuhi syarat:

2.1.1      Batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan.

2.1.2      Jumlah penduduk, yaitu: 1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga; 2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; 3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; 4) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga; 5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga; 6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7) wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga; 8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan 9) wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga.

2.1.3      Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah.

2.1.4      Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat desa.

2.1.5      Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya ekononomi pendukung.

2.1.6      Batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalan bupati/walikota.

2.1.7      Sarana dan peraturan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik.

2.1.8      Tersedianya wilayah dana operasional, penghasilan tetap dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

2.2  Dana Desa

                 Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2014 mendefenisikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Pengelolaan Dana Desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa. Dana desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib anggaran dan dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2016. Pengelolaan Dana Desa sebesar 10% diperuntukkan untuk operasional pemerintahan desa dan 90% diperuntukkan untuk pembangunan fisik dan non-fisik (pemberdayaan masyarakat) dengan ketentuan non-fisik tidak lebih dari 30%. Dana Desa sebesar 10% digunakan untuk belanja operasional pemerintahan desa yang meliputi:

2.2.1         Musyawarah-musyawarah Desa

2.2.2         Penyusunan dokumen APBDesa

2.2.3         Tunjangan transportasi

2.2.4         Perjalanan dinas

2.2.5         Insentif kegiatan dan kepala dusun

2.2.6         Pembuatan laporan

2.2.7         Papan informasi Desadan alat tulis kantor.

                 Menurut Syachbrani (2012) Dana Desa adalah bagian keuangan desa yang diperoleh dari bagi Hasil Pajak Daerah dan bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa, dimana mekanisme pencairannya dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pemerintah daerah. Adapun tujuan dari alokasi dana ini adalah sebagai berikut:

2.2.8         Penanggulangan kemiskinan pengurangan kesenjangan.

2.2.9         Peningkatan perencanaan dan penganggaran pembangunan di Tingkat desa dan pemberdayaan Masyarakat.

2.2.10      Peningkatan infrastruktur pedesaan.

2.2.11      Peningkatan pendalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.

2.2.12      Meningkatkan pendapatan melalui BUM Desa.

 

2.3  Proses Perencanaan Dana Desa

              Proses perencanaan alokasi dana desa biasanya melibatkan beberapa tahapan penting. Berikut adalah langkah-langkah umum yang dapat dilakukan dalam proses tersebut:

2.3.1      Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes): Tahap pertama adalah menyusun RKPDes yang mencakup program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah desa dalam satu tahun anggaran. RKPDes harus didasarkan pada kebutuhan dan prioritas pembangunan desa serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.2      Identifikasi Kebutuhan dan Prioritas: Pada tahap ini, dilakukan identifikasi kebutuhan dan prioritas pembangunan desa. Hal ini dapat meliputi infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan sektor lainnya. Banyak desa juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses identifikasi ini, seperti melalui musyawarah desa atau pertemuan dengan warga.

2.3.3      Penyusunan Rencana Alokasi Dana Desa (RADD): Setelah kebutuhan dan prioritas teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menyusun RADD. RADD merinci alokasi dana desa untuk setiap program dan kegiatan yang tercantum dalam RKPDes. Alokasi dana desa harus mempertimbangkan prioritas pembangunan desa, ketersediaan anggaran, dan ketentuan peraturan yang mengatur penggunaan dana desa.

2.3.4      Penyusunan Anggaran: Setelah RADD disusun, dilakukan penyusunan anggaran desa. Anggaran desa memuat rincian penggunaan dana desa untuk setiap program dan kegiatan, termasuk estimasi biaya yang diperlukan. Pada tahap ini, juga perlu memperhatikan sumber-sumber pendapatan desa lainnya, seperti pendapatan asli desa dan dana perimbangan dari pemerintah pusat atau daerah.

2.3.5      Pembahasan dan Persetujuan: RKPDes, RADD, dan anggaran desa kemudian dibahas dalam musyawarah desa atau forum lainnya yang melibatkan pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan masyarakat. Pada tahap ini, dilakukan diskusi, penyesuaian, dan persetujuan terhadap rencana alokasi dana desa.

2.3.6      Penyampaian Rencana Alokasi Dana Desa: RADD yang telah disetujui kemudian disampaikan ke pemerintah kabupaten atau kota sebagai acuan dalam proses pencairan dana desa. Pemerintah kabupaten atau kota bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menyetujui RADD serta mengalokasikan dana desa sesuai dengan rencana yang telah disusun.

              Setelah tahapan-tahapan tersebut selesai, dana desa dapat dialokasikan dan digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pembangunan desa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Penting untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan ini agar kebutuhan dan aspirasi warga desa dapat tercermin dengan baik dalam alokasi dana desa.

 

2.4  Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Maitara

                 Penggunaan dana desa sesuai Permendes PDTT No. 5/2015 adalah kebijakan yang berasal dari (buttom up) bawah ke atas. Indikator penggunaan dana desa secara prosedur dilakukan dengan menentukan penggunnaan musyawarah dana desa prioritras desa melalui selanjutnya mengintegrasikan RPJMDes dan RKPDes yang dituangkan dalam priotitas belanja desa atau APBDes kemudian diterbitkan peraturan desa oleh Pemerintah Desa Maitara Selatan.

              Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Van horm dkk (2014 : 17) tentang pengertian implementasi penulis melakukan fokus penelitian pada proses perencanaan,pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.

              Proses Perencanaan Dana Desa dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Maitara yang merupakan salah satu dari tim penyusun peraturan tentang penggunaan dana desa. Sedangkan untuk peraturan mengenai persyaratan – persyaratan untuk pencairan dana desa diantaranya adalah laporan realisasi tahun lalu, peraturan desa persyaratan tersebut terpenuhi oleh desa maka uang dari RKUD akan langsung masuk ke rekening kas desa kemudian ada proses yang namanya musyawarah desa untuk menentukan uang ini untuk di apakan,di dalamnya MUSDES ini ada mekamisnya sendiri,di desa itu ada 3 dokumen yaitu RPJMDesa (rencana pembangunan jangka menengah desa)dibuat oleh kepala desa dalam jangka waktu 6 tahunan. RKP (rencana kinerja pemerintah desa) yang disusun tiap tahun yaitu nersi penjabaran dari RPJMDesa, setelah itu RPJMDesa dan RKP ini menjadi acuan dalam penyusunan APBDes yang dikerjakan tiap tahun berjalan. Lalu untuk pencairan dana desa (DD) , masing – masing desa harus membuat dokumen penting yaitu RPJMDes, RKPBDes (rencana kinerja pemerintahan desa),dan APBDes. Ketiga dokumen tersebut harus disusun dalam forum musyawarah desa dan tidak boleh dibuat secara sepihak. Berdasarkan wawancara diatas, penulis meneliti tentang kerengkapan ketiga dokumnen yang dimiliki oleh desa Maitara Selatan. Semua APBDes diolah alat yang namanya SIMKUDA (Sistemn Manajemen Keuangan Desa) yaitu suatu aplikasi yang diberikan kepada desa yang selalu di update bahkan sebanyak 2 – 3 kali setiap tahun. Disitu sudah ada secara detail untuk apa saja uangnya akan digunakan, terkadang ada juga yang dicantumkan secara ditetapkan, tapi belanjanya terserah desa yang akan dibagi sesuai dengan jumlah jama’ah pengajian yang ada didesa secara adil. Jika pengisian anggaran di SIMKUDA sudah balance nanti di print, di bijaki BPD.

 

 

 

 

2.5  Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Kegiatan Dana Desa

                 Pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mengukur sebuah tujuan, kegiatan harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Suatu desa harus membentuk TPK (Tim Pengelola Kegiatan) yang terdiri dfari 3 unsur yaitu perangkat desa, BPD dan tokoh masyasrakat. Tim tersebut berfungsi sebgai pelaksanaan kegiatan baik secara fisik (pembangunan) maupun non fisik (pemberdayaan). TPK secara resmi diangkat dan diterbitkan SK oleh Kepala Desa, setiap SK hanya berlaku untuk satu kegiatan sedangkan jika ada kegiatan lain maka harus membentuk TPK lagi. Yang selanjutnya diterbitkan SK oleh kepala desa.

              Kegiatan dana desa tahun 2018 sudah dilaksanakan 100% tetapi pelaksanakan dana desa 2019 belum selesai 100% Dari segi pelaporan kegiatan, seluruh laporan dana desa di Maitara Tengah mulai tahun 2018 sampai 2019 dinyatakan cukup lengkap tidak ada yang tertinggal, bahkan ketika penulis mencoba meminta laporan pelaksanaan APBDesa beliau langsung menyediakan laporan tahun 2018 padahal jika dilihat dari kegiatan wawancara tersebut dibulan November awal tetapi laporan pertanggung jawaban untuk tahun 2018 sudah jadi.

 

2.6  Pencapaian Tujuan dan Pengimpelemtasian Dana Desa di Desa Maitara

              Indikator untuk mengukur tercapainya tujuan adalah terserapnya seluruh anggaran dana desa tahun 2018 dan 2019 untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan yang penggunaanya mengacu pada hasil Musdes yang telah di sesuaikan dengan peraturan walikota tentang penggunaan Pengukuran dari segi dana dilihat desa. dari perubahan fisik pada fasilitas desa, sedangkan pemberdayaan dilihat dari eksistensi lembaga desa dalam kegiatan kemasyarakatan (seperti PKK, Posyandu dan lain - lain).

                 Implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara tidak berjalan sesuai prioritas penggunaannya yang telah diatur dalam Permendes PDTT No. 5/2015. Pemerintah Desa Maitara hanya merealisasikan prioritas penggunaan dana desa untuk pembangunan sedangkan prioritas penggunaan dana desa untuk pemberdayaan Masyarakat tidak terealisasi. Dengan demikian dapat dibuktikan secara formal dalam laporan realisasi secara formal dalam laporan realisasi penggunaan dana desa.

             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara sudah berjalan tetapi pennggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan yang telah ditetapkan tentang prioritas penggunaan dana desa. Hal ini terlihat dari pelaksanaan musyawarah desa yang dilaksanakan pemerintah desa dengan BPD atau unsur masyarakat yang mewakili untuk mennetukan kebijakn – kebijakan strategis yang di tuangkan dalam RKPDes dan APBDes setiap tahunnya tidak berjalan efektif. Hal ini di karenakan kepala desa selaku kuasa pengguna anggaran menutup informasi yang berkaitan dengan dana desa serta penggunaannya dan menggunakan wewenangnya secara penuh dalam menentukan prioritas belanja desa secara sepihak yang dibantu oleh aparat desa.

Dampak implementasi kebijakan dana desa di Desa Maitara, yaitu :

3.1.1         Tidak siapnya SDM yang ada di desa untuk menjalankan implementasi kebijakan dana desa ini berdampak terhadap tata kelola pemerintah desa.

3.1.2         Rendahnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan desa sehingga rawan penyalahgunaan anggaran oleh apparat desa yang tidak melakukan ketentuan sesuai perundanng – undangan.

3.1.3         Implementasi kebijakan dana desa tidak dikawal dengan baik,maka masyarakat desa berpotensi tetap menjadi second society sepanjang sejarah . Artinya masyarakat hanya menjadi objek pembangunan bukan subjek pembangunan.

3.1.4         Kucuran dana desa, tentu berpotensi menjadi lahan korupsi basah , jika aparatur desa tidak diberdayakan dan diasistensi secara ketat dalam mengelola anggaran , mulai dari perencanaan ,pelaksanaan, pelaporan, hingga evaluasi.

Faktor – Faktor yang meyebabkan implementasi kebijakan dana desa tidak berjalan dengan baik, yaitu :

3.1.5         Tidak adanya komunikasi dan sosialisasi terhadap masyarakat desa terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

3.1.6         Sumber daya manusia yang ada di desa terbatas dan kapasitasnya belum memadai, baik masyarakat maupun apparat desa.

3.1.7         Diaposisi atau perilakupelaksana kebijakan yang terturtup dan tidak transparan dalam mengelola anggaran desa.

3.1.8         Struktur birokrasi atau kerja sama yang berjalan antara pemerintah desa dengan BPD tidak berjalan baik.

 

3.2  Saran

 

Makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Diharapkan untuk pembaca mengimplementasikannya dalam dunia pendidikan dan untuk kesempurnaan makalah ini mohon kritik dan saran kepada dosen pengampu serta rekan-rekan, agar penyusun bisa memperbaiki kekurangan makalah ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR REFERENSI

Abidin. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi Badan Usaha Milik Daerah Di Provinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang.

Azwar. 1988. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Liberty: Yogyakarta.

Barokah, Utami, Karmaji, Sugiarto, Suchaini, Widyaningsih, Hurcahyo, Rahmtama dan Abduh. 2015. Indeks Pembangunan Desa 2014.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Halaman 1 dan 2.

Djaali, dkk. 2000. Pengukuran Dalam Pendidikan. Jakarta. Halaman 173. Kessa. 2015. Perencanaan Pembangunan Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Daerah Transmigrasi Republik Indonesia, Halaman 4 dan 10.

Matondang. 2009. Reliabilitas Validitas Suatu Instrumen Penelitian. Jurnal Tabularasa PPS Unimed. Vol 6 No. 1. Medan. Halaman 91-95.

Muntahanah, S., dkk.2013. Efektivitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Somagede Kabupaten Bayumas. Jurnal. Purwokwrto. Halaman 4. Republik Indonesia. 2014. Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ARTIKEL TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

TANTANGAN KEPEMIMPINAN DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA     MAKALAH Disusun  u ntuk  m emenuhi  t ugas  m ata  k uliah   Kepemimpinan Dalam S...